Part #107 Epilog : Dasar… Baby Maker!

EPILOG

“Haduuh… Anak-anak jangan main di jalan… Awas banyak kendaraan lewat…” seorang ibu-ibu yang melintasi jalanan gang ini bersama ibu-ibu lain, agak khawatir tentang keselamatan anak-anak ini yang bermain di jalan. Padahal tiap beberapa meter, warga sudah menaruh polisi tidur yang bertujuan menurunkan kecepatan pengendara sepeda motor yang terkadang suka seenaknya main ngebut di jalan yang tak terlalu lebar ini.

“Ya, biarin lah… Orang mereka mainnya di depan gerbang rumahnya aja, kok… Lagipula ada yang ngawasin juga itu… Ada abangnya yang besaran…” timpal ibu satunya. Sepertinya mereka baru belanja ke warung. Anak-anak itu bermain di depan pintu gerbang agak menjorok ke dalam rumah sehingga masih ada ruang sisa yang luas buat anak-anak ini bermain yang aman.

“Yang bersaudara itu cuma tiga anak ini aja-loh, mbak… Yang lainnya anak orang lain…” sahut ibu pertama agak geli memberitahu fakta ini. Tapi ia harus maklum karena ibu satu ini baru sebulan ini tinggal di lingkungan ini jadi gak paham. Temannya mengernyit heran.

“Tapi ini mirip-mirip semua gini-loh… Eh… Tapi bener juga… Masa umurnya pada gak jauh beda… Bukan kembar juga…” tatapnya menyelidik. Seorang anak lelaki yang sekitar berumur 9 tahunan sedang mengawasi adik-adiknya yang bermain di depan rumah. Di dalam rumah terlihat ibu-ibu anak ini sedang ngobrol di halaman rumah di bawah sebatang pohon mangga Golek yang rindang. Pasti tadinya mereka bermain di halaman rumah yang beralaskan paving block, lalu merembet keluar pagar. Makanya anak lelaki itu mengawasi adik-adiknya.

“La iya… Ini anaknya Aida… Rumahnya itu sebelah sana… Ini anaknya Pipit… gak jauh dari rumahmu… nah yang ini anak Ipa… kede kita tadi lewati itu-loh… Kalo yang dua lagi ini anaknya yang punya rumah ini… Tuh abangnya… Lagi jagain adiknya ya, Rio?” anak lelaki itu hanya mengangguk dan tak melepaskan pengawasannya pada adik-adiknya.

“Ooh… Kirain… Tapi beneran mirip-mirip semua, loh…”

Bergeser ke perbincangan para MILF yang sedang ngobrol di bawah pohon rindang, duduk mengintari meja taman bulat. Ada Aida, Pipit, Iva dan nyonya rumah. Ketiga binor itu juga sedang memomong bayi yang cantik dan tampan. Umurnya juga tak terpaut jauh.

“Gak kerasa ya… Udah dua aja anak kalian pada?” kata istri Aseng yang masih mempertahankan potongan rambut pendeknya. “Kami stop aja deh… Kata papanya… cukup tiga aja… Apalagi awak sampe harus cesar kan waktu ngelahirin si bungsu waktu itu…” ia menowel pipi tembem bayi yang digendong Iva.

“Aida mau dikasih berapa aja sih mau, kak…” kata binor semok itu. “Selagi Agus mau aja… Nambah terus… Hi hihihi…” ia tertawa dan melirik bayinya yang tertidur pulas di gendongannya.

“Kami juga sama… Seenggaknya nambah dua lagi, boleh-lah…” ujar Iva mengayun-ayun bayinya yang asik menyusu. Bayi montok itu rakus mengenyoti puting ibunya. Istri Aseng gemes terus menowel pipi tembemnya.

“Pipit tiga aja, deh… Sama kayak mama Rio… Ini udah seneng banget akhirnya bisa punya anak… setelah sekian lama kosong…” kata Pipit riang memperbaiki kerudungnya yang tertiup angin sepoi-sepoi. Bayinya sedang ngoceh-ngoceh sendiri menatap kelip-kelip sinar matahari dari balik dedaunan pohon di atas. Sepertinya ia sedang asik bercengkrama dengan sesosok wanita berambut merah yang menempati pos jaganya di pohon mangga Golek ini.

“Assalamu alaikum?” seseorang pengendara motor bebek merah hitam itu memasuki gerbang dan menyapa Rio yang menyuruh adik-adiknya menepi memberi jalan. “Kok main di sini? Main di dalam aja lebih aman…” katanya. Rio salim pada pria itu yang melepas helmnya. Anak-anak yang lain juga salim mengikuti Rio dengan penuh canda tawa. Halaman rumah terasa ramai dengan keriangan mereka.

“Eeh… Lagi rame ngumpul-ngumpul, ya? Kirain ada acara apa?” kata pria yang tak lain dan tak bukan si Aseng. Ia mendorong motor Supra X 125-nya melewati para binor dan istrinya yang masih asik ngobrol ngalur ngidul. “Tak taunya lagi kumpul bocah aja…”

“Bang Aseng aneh, ih… Masak bos naek kreta? Mobilnya cuma ditinggal di rumah… Apa gak malu sama karyawannya?” seru Aida walau tak terlalu keras agar bayinya tidak terganggu dan bangun. Yang lainnya juga serempak bernada sama.

“Ha ha hahaha… Ini bukan sembarang kreta, tau klen? Ini kreta paling bersejarah… Awak tawarkan ke orang 50 juta gak ada yang mau…” canda Aseng garing banget sembari menepuk-nepuk jok motornya.

“Siapa yang mau kreta kek gitu 50 juta? Ada-ada aja…” kata Iva ikut tergelak.

“Kok cepat pulangnya, pa? Masih jam dua lewat begini…” tanya istrinya yang menahan pertanyaan ini dari tadi.

“Orang tadi papa gak kerja… Baru mau nyoba mancing… eh… sesak boker… Pulang-lah… Enak tidoor…” jawabnya asal-asalan. Keknya ini sindiran buat Iva agaknya tentang suaminya yang doyan mancing hingga meninggalkan istri di rumah. Jadinya Aseng-lah yang berperan menghangatkan ranjangnya dan memberinya anak plus enak. Iva merengut sadar disindir begitu dan berjanji dalam hati akan membalasnya nanti.

“Ya gitu dia itu…” gerutu istri Aseng yang ditinggal masuk suaminya. Kemungkinan benar-benar tidur siang dia karena gak ada kerjaan lain. Obrolan mereka berlanjut lagi. Tapi menilik dari paras bayi-bayi yang digendong ketiga binor itu, agaknya bisa ditebak siapa bapaknya. Entah ada berapa lagi bayi-bayi di luar sana yang mempunyai kemiripan ini lagi. Jadi Aseng tidak hanya sekali kesempatan itu saja menghamili para binor itu, anak-anak berikutnya tetap ada kontribusi dirinya lagi.

Memanglah orang mesum satu itu.

Dasar… Baby Maker!

“Ada laporan apa?” sejenak Aseng berhenti karena ada peri berambut ungu yang tiba-tiba muncul tanpa dipanggil. Citra sepertinya membawa berita penting level darurat.

“Maaf hamba mengejutkan, baginda… Kelompok pemburu unit 15 menemukan satu mahluk tak bernama itu menyebabkan sedikit kekacauan di sebuah desa di tepi hutan… Unit 15 meminta bantuan unit kelompok pemburu lain… Mereka khawatir mahluk tak bernama itu membentuk koloni di tengah hutan…” lapor Citra sebagai sekretaris tak terlihat Aseng.

“Masih ada aja mahluk itu terusss…” gumamnya kesal. “Tentu… kirim dua unit yang sedang stand by di posnya untuk membantu unit 15… Tiga peri pemburu tidak akan cukup menghadapi bahaya sebesar itu…” perintah Aseng cepat. Citra mengangguk mengerti dan segera undur diri. “Padahal sudah dua tahun lebih sejak kejadian itu…” gerutu Aseng dan ia terus melangkah masuk seperti tak ada jeda sedikitpun.

“Eh… Ada tamu juga di dalam… Wuih… Si raja salon rupanya…” sapa Aseng pada saat masuk ke dalam rumah melalui pintu utama. “Pantesan tadi liat kok kek ada mobilmu yang gede kek bis, Bens…” pria ‘eks’ itu sedang membantu istrinya yang hendak duduk di salah satu sofa dengan menambahkan pijakan kaki sebuah bantal. Perutnya sudah sangat besar. “Sudah bulannya ya ini, Cut Intan?”

Kedua suami istri itu hanya mengangguk karena sang wanita masih kepayahan dengan perut buncitnya. Di samping Cut Intan, saudarinya juga ikut membantu menambahkan bantal untuk sandaran punggungnya. Dia Cut Masita. Perutnya juga sudah terlihat menggembung. Setelah itu, ia kembali fokus pada HP-nya mengontrol usaha suaminya sehabis ikut menyapa Aseng juga.

“Paaah… Nanti rumah kita harus banyak kamarnya, yaa… Anakmu nanti bakalan banyak-loh…” dari dua suara langkah kakinya sepertinya ini istri-istri Benget yang lain. “Eh… Bang Aseng udah pulang…” rupanya itu adalah Cut Cahya yang menggendong bayinya bersama Cut Riska yang menggandeng seorang anak kecil yang pelan-pelan menuruni tangga. Sepertinya itu adalah Nirmala, anak angkatnya Vivi dan Benget. Seperti dua lain sebelumnya, kedua yang baru bertemu ini salim ke Aseng.

“Wah… Pas kali awak pulang cepat, ya? Rupanya pada ngumpul di sini… Eh… Vivi gak sekalian ikut ya? Mana dia?” celingak-celingak itu orang mencari keberadaan istri Benget yang satu lagi.

“Masih ngajar di kampus, bang… Kalo udah selesai kak Vivi pasti nyusul kemari, kok…” Cut Riska yang menjawabkan pertanyaan barusan. Ia mengambilkan minuman buat suaminya juga buat Cut Intan yang masih kesusahan dengan kondisinya. Mereka-mereka udah menganggap rumah Aseng seperti rumah mereka sendiri jadi gak sungkan-sungkan lagi ngambil makanan-minuman sendiri dari dapur.

“Ginilah, bang… Sekali berangkat harus rombongan kayak gini…” kata Benget yang sekilas seperti keluhan tetapi ia menjalaninya dengan ikhlas. Apalagi ia dengan sepenuh hati mengurus salah satu istrinya yang paling kerepotan saat ini. Ia memijati kaki Cut Intan yang membengkak efek kehamilannya. Benget pengertian sekali dan mengurus istri-istrinya dengan baik.

“Yaa… Memang harus kek gitu-la… Lancar semua usahamu ya, kan?” tanya Aseng malah duduk lesehan di lantai agar sama seperti Benget yang duduk di lantai yang memijat kaki istrinya.

“Lancar, bang… Berkat invest bang Aseng… Usaha awak jadi tambah maju…” jawabnya. “Beberapa minggu lagi cabang yang di KL dan Singapur akan segera soft launching, bang… Doain semoga lancar…”

“Halah… Kek sama siapa aja kau, Bens-Bens… Masa sama adek-adek sendiri awak itung-itungan… Tentulah awak doain… Ada duit awak juga disitu…” jawabnya enteng seperti gak ada beban. Perhatiannya teralih ke arah pintu pada yang baru masuk.

“Assalamu alaikum… Pada nungguin, ya? Ihh, gak mau… gak suka… Gelaay…” (*Enggak-enggak… bagian itu bercanda… Cuma gilak-gilaknya TS aja itu bahannya abis gak tau mo ngapain lagi abis Bb M ini selesai)

“Assalamu alaikum… Eh… Pada nungguin, Vivi ya? Looh? Ada bang Aseng? Hari begini kok udah di rumah?” datang-datang ia langsung nyerocos membawa seplastik besar makanan di kiri dan menggandeng seorang perempuan tua di kanan; ibu Aseng. Tiara menyertainya di belakang.

“Hoo… Ada anak-anak nenek rupanya pada ngumpul… Waduuh…” perempuan itu senang sekali dikunjungi beramai-ramai begini oleh banyak anak-anak angkatnya. Ia memang kehilangan satu anaknya tetapi setelah itu mendapat banyak anak baru sekaligus setelah pernikahan Benget dan istri-istrinya. Aseng memang tak bisa menikah lebih dari satu tetapi Benget yang malah mendapat anugrah itu. Rumah itu menjadi sangat meriah sekali dengan kunjungan keluarga Benget yang sebenarnya mendadak saja. Tapi bagi Benget dan semua istrinya yang yatim piatu, mereka menemukan keluarga yang utuh bersama keluarga Aseng.

suster hot
Ceritaku waktu di mandiin suster cantik waktu di rawat di RS
Foto Bugil Abg Toge Kasir Indomaret
anak angkat nyusu pada ibu angkat
Anak angkat yang pengen nenen pada ibu angkat nya bagian satu
jilbab bugil ngentot
Rintihan Kenikmatan Gadis Berjilbab
ibu ibu hot
Liburan ke Eropa bersama ibu ibu sosialita bagian satu
onani nikmat
Cerita ngocok waktu di rumah sendirian
cewek cantik pembantu
Main Dengan Pembantu Sebagai Balas Budi Bagian Satu
mama muda hot
Memuaskan nafsu Siska yang gak pernah puas dengan suaminya sendiri
pemerkosaan
Reporter cantik yang malang di perkosa di gerbong kereta api
smp bau pesing
Merawanin Efi Gadis Cantik Yang Masih Smp Di Depan Mata Ibu Nya
tkw polos
Ngentot dengan TKW yang masih perawan dan polos
Foto Memek Mulus Tembem Masih Perawan Asli
adik ipar
Bercinta Dengan Siska Adik Ipar Ku
ngentot mam
Mengobati Rasa Kesedihan Mama Bagian Dua
janda muda berjilbab
Bercinta Dengan Janda Muda Berjilbab
Tiga dara cantik ngajakin ngentot di hotel