Part #13 : That Night, With You

“Ris, weekend besok kita ke villaku aja di puncak. Coba ajakin mbak Viona, siapa tau dia mau ikut.”

Begitu isi pesan WA Lidya tadi sore. Sekarang Haris sedang bingung karena Lidya memintanya mengajak Viona. Bukan apa-apa, karena sampai sekarang Viona masih tetap seperti itu. Hanya berdiam diri di kamar setelah pulang kerja. Keluar hanya untuk mandi, masak dan makan. Setelah itu kembali ke kamarnya. Saat makanpun dia hanya diam saja, setiap obrolan yang dilontarkan Haris hanya dijawab seperlunya.

Haris memang sependapat dengan Lidya, mungkin mengajak Viona pergi bisa membuatnya lebih rileks. Mungkin Viona butuh refreshing. Tapi masalahnya, kemungkinan besar Viona akan keberatan karena mungkin lebih memilih menghabiskan waktu di panti rehab untuk menjenguk Aldo. Tapi Haris merasa, dia harus mencobanya, paling tidak ya usaha dulu, siapa tahu dia mau.

“Mbak, weekend besok aku mau jalan-jalan ya sama Lidya?” tanya Haris saat mereka sedang makan malam.

“Oke,” jawab Viona singkat.

“Mbak nggak mau ikut? Dia ngajakin mbak juga lho. Mau ke puncak katanya, ke villanya.”

“Lha ngapain aku ikut?”

“Hmm, yaa, mungkin mbak Viona butuh refreshing.”

“Jadi aku jalan-jalan sementara mas Aldo lagi di panti rehab, gitu?”

“Eh maaf mbak, bukan gitu maksudku. Maaf. Soalnya, aku lihat mbak Viona belakangan ini sering diem, sering murung, dan banyakan di kamar terus. Mbak Viona juga nggak cerita sama aku, aku takutnya ada apa-apa mbak.”

Viona tak menjawab, tapi menatap Haris dengan tajam. Agak takut juga Haris dengan tatapan Viona itu, dia merasa sudah salah, tapi mau bagaimana lagi, sudah terlanjur.

“Kita lanjutin nanti abis makan aja. Sekarang abisin dulu makanannya.”

“Iya mbak.”

Haris jadi tak berselera makan sebenarnya, tapi dia menghargai Viona yang sudah capek-capek masak untuknya, sehingga meskipun serasa hambar, tetap dia lahap juga. Setelah selesai makan, Haris membantu Viona mencuci piring dan membereskan meja makan. Setelah itu mereka duduk di sofa ruang tengah.

“Maaf ya Ris, mungkin belakangan ini aku udah bikin kamu khawatir. Tapi kamu tenang aja, aku nggak papa kok.”

“Iya mbak, tapi kalau boleh tau, emang ada apa sih sampai mbak Viona kayak gini?”

“Maaf Ris, aku belum bisa cerita. Yang penting sekarang kamu nggak usah khawatir, aku baik-baik aja.”

Viona mencoba tersenyum, meskipun Haris tahu senyuman itu terpaksa, hanya untuk membuatnya percaya dan tenang saja. Dia sebenarnya ingin menanyakan lebih jauh lagi, tapi dia menghargai keputusan Viona yang belum mau cerita masalah yang sebenarnya.

“Ya udah kalau emang belum bisa cerita. Tapi kalau mbak butuh apapun, bilang aja ya, aku pasti siap kok bantuin.”

“Apapun?”

“Eh, ii,, iya mbak, apapun.”

“Hmm, kalau aku minta tolong kamu buat terjun ke sumur, mau?”

“Yaa nggak segitunya juga kali mbak, hehe.”

“Huu tadi bilangnya apapun.”

“Yaa apapun, asal jangan kayak gitu, hehe. Hmm, jadi gimana mbak? Mau ikut nggak weekend besok?”

“Yaa nggak bisa Ris. Aku kan harus jenguk mas Aldo. Kalian kalau mau jalan silahkan aja, aku nggak papa kok.”

“Ya aku sebenarnya tau sih mbak Viona pasti nolak, tapi Lidya yang maksa buat ngajakin, hehe.”

“Iya nggak papa, nanti bilang gitu aja sama Lidya. Eh tapi, emang Lidya nggak jalan sama pacarnya?”

“Nggak tau mbak. Aku udah nanya kemarin, tapi dia bilang pokoknya weekend besok maunya jalan sama aku, kan aku weekend depannya udah cabut ke Jogja.”

“Eh, oh iya ya, kamu udah mau pindah ya? Haduuh aku lupa Ris, hehe.”

“Iya, mbak Viona kan emang lagi banyak pikiran. Hmm, maaf ya mbak, sebenarnya aku mau ngomong ini dari kemarin, cuma nggak enak aja karena mbak Viona masih kayak gitu.”

“Ngomong apaan emangnya?”

“Gini, aku kan udah mau pindah nih. Apa mbak Viona nggak mau ngadain assessment dulu ke aku? Atau kasih pembekalan apa gitu, buat persiapan aku dipindah kesana.”

“Hmm apa ya? Kamu udah nguasain sema SOP?”

“Kalau dibilang menguasai sih, belum sepenuhnya mbak, tapi kalau tau sih udah semua lah.”

“Gitu ya. Terus, untuk pekerjaannya, masih ada yang pengen kamu tanyain? Atau mungkin kamu bingung atau belum bisa?”

“Sampai sejauh ini sih, semua kerjaan yang dikasih mbak Viona sama pak Doni, udah berhasil aku selesain mbak, dan kayaknya aku udah cukup bisa deh.”

“Kalau gitu mungkin nggak ada yang perlu ditambahin Ris. Palingan disana kamu cuma butuh adaptasi aja sama lingkungan dan orang-orangnya, kalau masalah pekerjaannya sih, sama kok kayak yang udah kamu kerjain selama ini.”

“Ooo gitu. Terus mbak, mbak Viona ada yang kenal nggak sama orang-orang disana? Orang-orangnya kayak gimana?”

“Waduh, aku nggak hapal sih. Yang aku inget cuma kepala cabangnya aja pak Eko. Kalau dia orangnya baik kok, mirip-mirip pak Doni gitu lah. Mungkin yang di bawah-bawahnya juga kayak gitu, biasa kan mereka nyesuain sama atasannya.”

“Jadi disana orangnya enak-enak lah ya mbak?”

“Kayaknya sih gitu. Aku terakhir kunjungan kesana, mereka semua ramah kok, baik baik orangnya. Udah kamu nggak usah khawatir, lagian kan kamu juga bisa dibilang orang sana, pasti baiklah kalau sama kamu.”

“Iya sih mbak, hehe.”

“Ya udah, masih ada yang mau dibicarain lagi nggak nih?”

“Kenapa emang mbak? Mau ke kamar lagi ya?”

“Iya.”

“Masih jam segini mbak, masak udah mau tidur?”

“Belum sih, belum ngantuk juga. Tapi entar kebanyakan ngobrol sama kamu, aku bisa aja kelepasan cerita yang belum bisa aku ceritain ke kamu, hehe.”

“Yaah kok tau sih mau dipancing gitu? Haha. Ya udah kalau maunya gitu mbak. Perlu ditemenin nggak?”

“Kamu mau nemenin?”

“Yaa mau mau aja sih.”

“Mau nemenin doang apa melukin sampai pagi kayak dulu itu?”

“Haha, nemenin doang mbak. Kalau yang dulu kan, emang kepaksa harus gitu.”

“Ooh jadi kamu kepaksa? Nggak ikhlas melukin aku?”

“Eh bukan mbak, ikhlas kok ikhlas.”

“Ikhlas apa kesenangan dapet yang empuk-empuk?”

“Haha, kalau itu kan bonus mbak, kapan lagi, haha.”

“Huu kamu ini sama aja ya sama masmu, sama-sama mesumnya.”

“Bukan gitu mbak. Kan niat awalnya nggak mesum. Itu pas kebetulan aja ada medianya, makanya mesumnya keluar, hehe.”

“Kalau sekarang?”

“Sekarang apa mbak?”

“Kalau sekarang kamu punya pikiran mesum nggak? Kan kita cuma berdua ni di rumah?”

“Waduh, aku nggak berani mbak, hehe.”

“Kalau aku yang mau?”

“Eh,, itu, hmm,,”

“Haha, wajahmu kok gitu sih Ris? Aku bercanda kali, ya masak aku mau sama kamu, apa kata mas Aldo nanti? Haha.”

“Haduuh, abisnya mbak Viona bercandanya gitu sih.”

Haris merasa jengkel dengan kakak iparnya itu. Ya meskipun cuma bercanda, tapi mau tak mau otak mesumnya bereaksi juga tadi, membayangkan menemani Viona tidur seperti waktu itu, siapa tahu dapat bonus lagi. Tapi paling tidak, dia sekarang senang bisa melihat Viona tersenyum lagi, setelah beberapa hari ini wajahnya terlihat datar.

“Ya udah, mbak ke kamar aja ya? Nggak papa kan ditinggal sendirian?”

“Yang ada aku yang nanya gitu mbak. Mbak Viona nggak papa kan di kamar sendirian?”

“Halah, kamu nanya gitu pasti ngarep pengen nemenin kan?”

“Hehe tau aja.”

“Awas kamu nanti, aku laporin sama mas Aldo.”

“Eh eh jangan mbak, kan cuma bercanda, hehe.”

“Ya udah, aku balik.”

Viona berdiri, tapi tak menuju ke kamarnya, melainkan menghampiri Haris. Haris sendiri tak tahu kenapa tapi tiba-tiba dia ikut berdiri. Saat berhadap-hadapan, tiba-tiba saja Viona memeluknya dengan erat. Dia membenamkan kepalanya di dada Haris. Haris reflek membalas pelukan Viona.

“Makasih ya Ris, kamu bukan siapa-siapa aku tapi kamu selalu ada dan nolongin aku kapan aja aku butuh.”

“Iya mbak, mbak kan istrinya mas Aldo, jadi udah kuanggap sebagai kakakku sendiri.”

“Makasih.”

Cup. Tiba-tiba Viona mencium pipi Haris, membuat lelaki itu terkejut. Viona kembali memeluk Haris, lebih erat dari yang tadi. Haris bisa merasakan sepasang bongkahan empuk di dada Viona.

Eh, kok rasanya gini ya? Kok mbak Viona kayak nggak pake daleman? Beneran nggak sih ini?

Haris merasakan sesuatu yang beda. Seperti ada sepasang tonjolan yang terasa di dadanya. Dia ingin memastikan, tapi dia takut kalau nanti bergerak, Viona malah curiga dan berpikir kalau dia benar-benar mesum dan mencari kesempatan. Tapi tak lama kemudian Viona mengendurkan pelukannya. Haris tak rela sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi.

“Tuh, udah aku kasih bonus, kerasa kan?”

“Eh, ii,, iya mbak, kerasa banget, hehe.”

“Kerasa kalau aku nggak pake daleman?”

Haris hanya mengangguk, sambil menelan ludahnya. Ternyata benar, Viona tidak memakai pakaian dalam. Tidak terlihat karena Viona memakai kaos yang longgar dan kainnya agak tebal, tapi begitu berpelukan, itu terasa sekali oleh Haris yang sudah berpengalaman.

“Ya udah, segitu aja bonus buat kamu, jangan minta lebih ya. Aku balik kamar dulu, maaf kalau bikin kentang, haha.”

“Mbaaaaakk…”

Viona setengah berlari ke kamarnya sambil tertawa lebar. Haris jengkel, tapi tak mengejarnya. Dia malah tersenyum, karena merasa lebih senang melihat Viona sudah ceria lagi, meskipun tak bisa dipungkiri, mengetahui kakak iparnya yang tadi memeluknya tanpa pakaian dalam, membuat otak mesumnya terpancing dan sekarang ada sesuatu di bawah sana yang mulai mengeras.

Ah sialan, beneran kentang ini. Tahan dulu deh tahan, weekend ini sama Lidya, siapa tau bisa dapat jatah lagi, hehehe.’

 

+++
===
+++​

“Mbak Viona beneran nggak mau ikut?”

“Nggak Lid, aku mau ke tempat mas Aldo aja. Nggak mungkin dong aku liburan sementara dia ada disana.”

Lidya hari ini sudah berada di rumah Viona untuk menjemput Haris. Dia sengaja berangkat pagi supaya tak terlalu sore sampai di villanya, karena biasanya pada akhir pekan seperti ini jalanan ke puncak akan macet. Haris sendiri masih berada di kamarnya setelah tadi selesai mandi. Dia tak menyangka Lidya akan menjemputnya sepagi ini.

“Oh iya Lid, cowokmu gimana kamu pergi sama Haris gini?”

“Ya aku nggak ngomong lah mbak kalau pergi sama dia. Aku bilangnya pergi sama temen-temen, dan itu cewek semua.”

“Dia percaya gitu aja?”

“Iya mbak. Lagian hari ini dia juga ada acara sama club mogenya, katanya ada gathering atau apa gitu di ancol, jadi kan pas banget itu, hehe.”

“Hmm, ya udah, yang penting ati-ati aja, jangan sampai ketauan ama dia.”

“Nggak bakalan sih mbak. Dia kalau udah sama clubnya itu, suka lupa sama aku. Kalau nggak dihubungi dulu, nggak akan ada kabarnya. Lagian, mungkin sih dia juga bakal main sama cewek-cewek yang ada disitu.”

“Lha kamu kok nyante aja cowokmu ada kemungkinan main sama cewek lain?”

“Kan aku juga main sama cowok lain mbak, haha.”

“Haduuh kamu ini gimana, kirain serius sama cowokmu ini, ternyata..”

“Hehe bukan gitu mbak. Hmm, yaa kan aku ada selingkuh sama Haris, jadi aku biarin aja dia selingkuh dulu. Tapi entar kalau Haris udah pindah, aku juga mungkin bakalan over protective sama dia, apalagi kalau udah nikah.”

“Nggak takut dia malah kabur entarnya?”

“Yaa biarin aja kalau kabur, aku cari yang lain. Berarti kan dia nggak serius sama aku. Aku pengen kayak mbak Viona, hehe.”

“Haha, kalau aku kan beda cerita Lid. Kamu taulah mas Aldo kayak gimana orangnya, mau aku bilang apa aja dia pasti nurut. Dia nggak salah juga ujung-ujungnya pasti minta maaf duluan, hehe.”

“Emang iya sih mbak, tapi yaa biar deh, aku mau kayak gitu aja. Kalau dia nggak tahan, ya silahkan cari yang lain. Kalau dia tahan, ya lanjut.”

“Haha, yaa terserah aja deh.”

“Oh iya mbak. Hmm, kemarin aku ngobrol sama Haris. Aku nanya sama dia, kenapa mbak jadi kayak yang kemarin itu, jadi pendiem gitu, tapi dia juga nggak tau, katanya mbak nggak cerita. Emang sebenarnya ada apa sih mbak?”

“Ada sesuatu Lid, tapi maaf aku juga belum bisa cerita ke kamu. Aku cuma belum bisa mastiin aja, dan sebenarnya nggak mau mastiin juga. Tapi kalau emang semua udah jelas, aku pasti cerita sama kamu.”

“Hmm, soal masa lalu?”

“Iya, ada kaitannya kesana. Tapi maaf ya, aku belum bisa cerita.”

“Iya nggak papa. Tapi kalau mbak butuh apa-apa, atau sekedar pengen cerita, jangan sungkan lho mbak, kayak biasanya aja.”

“Iya Lid, makasih.”

Tak lama kemudian terlihat Haris sudah keluar dari kamarnya membawa sebuah tas ransel berisi pakaian ganti. Tak banyak yang dia bawa, karena hanya akan semalam ini saja berada di villanya Lidya.

“Udah siap Ris?”

“Udah Lid. Gimana? Mau berangkat sekarang?”

“Ya ayok.”

“Kalian beneran nggak mau sarapan dulu?”

“Enggak mbak, nanti aja di jalan.”

“Iya mbak, entar malah ngerepotin mbak Viona lagi harus masak dulu. Tapi, bener ini nggak papa mbak Viona ditinggal sendirian?”

“Iya Ris nggak papa, santai aja. Udah nikmatin bulan madu kalian, hehe.”

“Apa sih mbak, cuma refreshing aja kok, iya kan Lid?”

“Ooh, jadi cuma mau refreshing? Awas aja kalau entar minta yang aneh-aneh.”

“Yaa Lid, kok gitu sih?”

“Kenapa emang Ris? Kentang ya yang kemarin? Haha,” sahut Viona.

“Loh, emang kemarin ngapain mbak?” tanya Lidya.

“Tuh tanya aja ama Haris, aku diapain aja sama dia,” jawab Viona menahan senyumnya. Apalagi saat dilihatnya wajah Haris yang pucat karena tatapan tajam Lidya.

“Hayoo Ris, kamu apain mbak Viona? Gitu yaa udah nggak dapet jatah dari aku kakak ipar sendiri diembat juga?”

“Eh enggak kok enggak, aku nggak ngapa-ngapain lho. Mbak Viona ih, jangan nyebar gosip yang nggak bener gitu lah.”

“Loh nggak bener gimana? Katanya kemarin kentang?”

“Iya, tapi kan…”

“Tuh kan ampe kentang? Haris nakal ya. Awas entar, nggak mau ngasih jatah aku pokoknya,” sahut Lidya kesal.

“Yaah Lid, jangan dong. Mbaaak, bantuin ngomong dong, jangan malah jatuhin gitu.”

“Lho, bantuin ngomong apa? Masak mau minta jatah harus aku yang ngomong? Ya ngomong sendiri lah. Peluk peluk kakak iparnya berani, minta jatah sama gebetan nggak berani, gimana sih?”

“Aaah udah deh. Yuk Lid berangkat, bisa lama ini entar urusannya.”

“Hahahaha…”

Viona tertawa puas sekali mengerjai Haris. Haris terlihat panik sekali, takut Lidya benar-benar marah padanya. Kalau Lidya beneran marah, bisa-bisa malam ini dia habiskan di puncak dengan penuh kedinginan.

Haris langsung menarik tangan Lidya, merebut kuncil mobilnya dan menariknya menuju ke mobil. Lidya menurut saja. Viona mengikuti mereka dari belakang.

“Ati-ati di jalan ya. Ris inget, main aman, jangan sampe bikin Lidya melendung lho,” pesan Viona masih dengan cekikikan.

“Iya iya mbak, aman tenang aja.”

“Mbak kami berangkat dulu ya.”

“Iya.”

Selepas berpamitan mobil Lidya yang dikemudikan Haris langsung meluncur meninggalkan Viona seorang diri. Sepanjang perjalanan Haris terus mencoba memberi penjelasan kepada Lidya, bahkan sampai menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan Viona. Lidya yang tadinya terus memasang muka judes, mau tak mau tertawa juga karena memang sejak tadi dia hanya berakting marah saja.

Tak terasa perjalanan mereka telah sampai di villa milik keluarga Lidya. Tidak ada siapa-siapa disana karena memang Lidya hanya memesan kepada penjaga villanya untuk membersihkan saja, setelah itu menyuruh penjaganya untuk pulang, dan tidak mengganggunya selama dia berada disana. Karena mengira Lidya datang untuk acara keluarga maka penjaga itu menurut saja.

Hari masih siang, tapi mereka berdua tadi sudah sempat makan siang sebelum sampai di villa. Mereka juga sempat mampir untuk membeli beberapa barang termasuk bahan makanan, karena Lidya berencana untuk benar-benar menghabiskan waktunya di dalam villa, tidak keluar kemana-mana.

“Waah enak banget suasana disini ya Lid, sejuk. Pemandangannya juga keren banget.”

“Iya, disini kondisinya juga tenang, karena agak jauh dari villa lainnya. Keluargaku sering kesini kalau udah penat sama kerjaan. Kadang sendiri, kadang rame-rame.”

“Emang nggak takut kalau sendirian?”

“Takut apaan? Yaa nggak lah. Lagian maksudnya sendiri nggak bener-bener sendiri. Minimal yaa kayak kita gini, berduaan.”

“Kamu sering kesini buat berduaan?”

“Kalau cuma berdua sama kakakku, atau adikku pernah, nggak sering sih tapinya. Tapi kalau berduaan sama pacar, baru kali ini,” jawab Lidya tersenyum sambil mengerling ke Haris, yang ikut tersenyum dibuatnya.

“Ya udah yuk bawa dulu barang-barang ini, beresin dulu, terus istirahat, sebelum kita mau ngapa-ngapain.”

“Lha emang mau ngapain Lid?”

“Tadi katanya kentang sama mbak Viona? Mau dituntasin nggak? Apa mau sama mbak Viona aja?”

“Haha, nggak deh, sama kamu aja. Tapi tadi katanya nggak mau kalau aku minta yang aneh-aneh?”

“Ooh jadi kamunya yang nggak mau? Ya udah, aku juga nggak rugi ini.”

“Eh bukan gitu Lid, yaa aku jelas mau lah, hehe.”

“Dasar. Ya udah yuk.”

Lidya dan Haris turun dari mobil. Mereka menurunkan barang-barang yang tadi mereka beli dan membawanya masuk ke villa. Lebih tepatnya, Haris yang membawanya. Sampai di dalam villa yang cukup besar itu, Haris langsung mengikuti Lidya yang berjalan menuju dapur. Disana mereka membereskan barang-barang yang dibeli tadi. Setelah itu, mereka menuju ke lantai atas, ke sebuah kamar yang merupakan kamar utama.

Haris cukup takjub dengan pemandangan dari kamar ini. Lebih indah daripada yang dia lihat dari bawah tadi. Dari jendela di kamar ini, dia bisa melihat hamparan kebun teh yang sangat luas, juga villa-villa yang berada di bawah sana. Jalanan yang berkelok juga menambah indahnya pemandangan dari sini. Benar-benar tempat yang sempurna untuk sekedar refreshing dan relaksasi dari penatnya rutinitas kerja, dan juga bisingnya ibukota. Sekarang dia tahu kenapa banyak orang Jakarta sering menghabiskan waktu akhir pekan mereka di puncak, rupanya ini alasannya. Dia sudah sering mendengarnya, tapi kini merasakannya sendiri.

“Kita tidurnya disini Lid?”

“Iya, ini kamar utama. Kamar ini yang punya view paling bagus. Kalau malem keren juga kok, liat aja entar.”

“Ooh itu ya?”

“Ya udah, kamu istirahat aja dulu kalau capek, tadi kan udah nyetir terus.”

“Iya, sama nemenin belanjaan, ngangkatin belanjaan juga.”

“Haha, iyalah, masak aku yang ngangkat?”

Mereka sejenak bersenda gurau, dan setelah itu Haris merebahkan dirinya di ranjang. Sebenarnya tidak terlalu capek, tapi memang ada baiknya istirahat dulu, siapa tahu nanti malam Lidya akan punya kejutan spesial untuknya. Haris hanya tersenyum saja, dan tak lama kemudian dia terlelap.

 

+++
===
+++​

“Lu mau ngapain lagi kesini? Urusan kita kan udah selesai?”

“Gua cuma mau main aja, jangan mikir negatif dulu.”

“Huft. Tapi kenapa nggak besok aja? Gua malem ini lagi sendiri.”

“Iya gua tau, makanya gua kesini sekarang.”

“Please Ndi, jangan kayak gini. Gua udah turutin apa mau lu kan. Semua udah sesuai sama perjanjian kita. Sekarang apa lagi?”

“Vi, biarin gua masuk dulu. Ada yang perlu gua omongin, dan ini nggak ada kaitannya sama perjanjian kita.”

“Maksud lu?”

“Biarin gua masuk dulu. Bentar lagi satpam komplek lu keliling, lu nggak mau kan dia ngeliat kita kayak gini.”

“Tapi lu mau ngomongin soal apa?”

“Soal laki lu.”

“Laki gua kan udah lu bebasin, apa lagi Ndi?”

“Please, ijinin gua masuk, gua bakal ceritain semuanya.”

“Ya udah, tapi awas lu macem-macem.”

Viona kemudian mempersilahkan lelaki itu untuk masuk. Lelaki itu adalah Andi, polisi yang telah membebaskan suaminya Aldo dari penjara. Viona terkejut saat tadi membuka pintu, ternyata Andi yang datang. Dia khawatir Andi ingin meminta apa yang pernah dia berikan untuk lelaki itu. Tapi melihat keseriusan yang ditunjukkan oleh Andi, akhirnya Vionapun mengalah.

Mereka duduk di ruang tamu. Viona mengambil posisi agak jauh dari lelaki itu, berjaga-jaga kalau Andi melakukan hal-hal yang tak diinginkan. Apalagi saat ini tidak ada Haris di rumah, kalau ada Haris pasti dia lebih merasa terlindungi. Dan sepertinya, Andi sudah tahu duluan kalau Haris tidak ada di rumah, karena itulah dia berani menemuinya. Hal ini tentu saja membuat Viona semakin curiga. Tapi ekspresi wajah Andi benar-benar berbeda dibandingkan saat pertama kali dia datang untuk menawarkan kerjasama waktu itu. Kali ini benar-benar terlihat serius.

Andi memulai ceritanya, Viona mendengarkan baik-baik, sambil tetap menjaga kewaspadaannya. Dari awal Andi mulai bercerita, Viona sudah dibuat bengong, tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Andi. Setiap kata-katanya mendapat bantahan dari dalam diri Viona, tapi sama sekali tak terucap. Viona bahkan beberapa kali sampai menutup mulutnya, menggelengkan kepalanya saking tak percayanya dengan cerita Andi.

Hampir 1 jam Andi berada disitu dan terus bercerita. Viona sama sekali tak menyela. Antara kaget dan rasa tak percaya, sampai-sampai dia tak mengucapkan sepatah katapun. Saat Andi mengakhiri ceritanya, tak terasa air mata Viona turun membasahi pipinya.

“Nggak mungkin Ndi, lu pasti bohong kan? Bilang sama gua kalau omongan lu barusan itu bohong semua.”

“Terserah kalau lu nggak percaya Vi. Semua ini gua denger sendiri dari mulut Aldo. Jujur, sebenarnya waktu itu emang gua agak maksa dia buat cerita, dengan janji bakal ngeluarin dia dari penjara. Gua sebenarnya juga nggak nyangka kalau sampe seperti itu, gua juga kaget. Tapi ini lu harus tau, karena gua juga tau masa lalu lu kayak gimana.”

“Ini nggak mungkin. Aldo nggak mungkin kayak gitu.”

Tangis Viona pecah seketika. Andi hanya terdiam saja. Tapi lama-lama dia merasa kasihan juga. Apalagi saat ini pintu sedang terbuka, dan dia dengar dari kejauhan suara satpam komplek yang sedang keliling. Tak ingin tangis Viona dilihat oleh orang lain, Andipun menutup pintu.

Andi masih membiarkan Viona terus menangis. Tapi dilihatnya, sekian lama tangisannya tak berhenti, bahkan Viona terlihat mulai kesulitan bernafas. Andipun segera mendekatinya, berusaha untuk menenangkan Viona. Saat itulah Viona menjatuhkan tubuhnya di pelukan Andi, dan tak lama kemudian, dia kehilangan kesadarannya.

 

+++
===
+++​

“Sluurrpphh aaahh sayaangg, aahhh sluuurrpphh…”

“Aahhh aaahh teruss yaaankk, aaahh enaaak, teruuusshhh…”

Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan.

“Sayaaang, aku keluar laghiiii…”

Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu.

“Lanjut yank?”

“Huum, masukin sayang, puasin aku…”

Tatapan nanar Lidya membuat Haris tak tahan lagi. Batang kemaluannya yang sudah keras langsung saja dia arahkan ke bibir vagina Lidya yang sudah sangat basah. Perlahan dia tekan, membuat kepala penisnya membelah belahan yang masih saja sempit itu.

“Uuuugghh yaaank…”

Desahan Lidya langsung terdengar begitu indah di telinga Haris. Ini yang dia rindukan dalam sebulan ini. Setelah pacar Lidya pulang, tak pernah lagi dia dapat kesempatan menikmati tubuh gadis cantik itu. Kini, semua kerinduannya akan dia tumpahkan, sepuas-puasnya.

“Aaaaahhhhh…”

Haris melenguh ketika seluruh kemaluannya telah tertelan vagina Lidya. Haris memburu bibir Lidya, melumatnya dengan beringas, mendapat jawaban serupa dari Lidya. Perlahan Haris mulai menggerakkan pinggulnya. Sambil tetap berciuman, dia terus menyetubuhi Lidya yang begitu pasrah berada di bawahnya.

Desahan demi desahan, lenguhan demi lenguhan sahut menyahut memenuhi kamar. Mereka merasa bebas untuk mengekspresikan kenikmatan malam ini, karena hanya ada mereka berdua di villa ini. Kadang jerit Lidya terdengar saat dengan kasar Haris menyentakkan penisnya, kadang Haris melenguh keras saat otot dinding kemaluan Lidya meremas penisnya dengan ketat.

“Yaank, goyangin yaank, kencengiin, aku mau keluaar laghiiii…”

“Iyaa yaank, ouuugh memekmu enaak bangeet…”

“Aaahh aaaaahh sayaaang teruuusshhh aaaaaahhhhhh…”

Tubuh Lidya kembali mengejang. Dipeluknya erat tubuh Haris. Vaginanya kembali membanjir, membuat penis Haris terasa semakin hangat di dalamnya. Mereka berhenti sejenak. Haris memberi kesempatan pada Lidya untuk menikmati orgasmenya. Setelah mereda, Haris mencabut penisnya, membalik tubuh Lidya hingga posisi merangkak. Tanpa aba-aba Haris langsung menancapkan penisnya hingga amblas.

“Aaaaggghh yaaaankkk…”

“Aaaaahh aaaahhh aaaahhh…”

Dengan tempo yang langsung cepat, Haris menggoyang tubuh Lidya lagi. Kedua tangannya dengan kuat memegang pinggang Lidya, sesekali meremas pantat sekalnya. Suara benturan pantat Lidya dengan paha Haris terdengar jelas, tapi tak sampai mengalahkan desahan mereka. Jika saja seperti ini saat bersetubuh di rumah Viona, mungkin bukan hanya Viona dan Aldo saja yang mendengarnya, tapi tetangga sebelah mereka juga.

Malam ini, mereka tak peduli untuk mengekspresikannya. Mereka bebas, tak akan ada yang mendengarnya. Situasi ini membuat Haris semakin bersemangat menyetubuhi Lidya. Gadis itu sendiri juga merasakan kenikmatan yang lebih lagi dari yang sebelumnya pernah di dapatkan dari Haris.

“Yaaankk laggii yaaank, aku mau keluaar laggiiiii…”

Plok plok plok plok plok plok

Haris semakin mempercepat goyangannya. Tubuh Lidya tersentak-sentak. Kedua buah dadanya yang sekal ikut melonjak-lonjak, sangat erotis. Haris terus menahan tubuh Lidya, agar setiap tusukannya masuk sempurna hingga menyentuh bibir rahim gadis itu.

“Aaaaaarrggghhhh yaaaaaaankkkk…”

Pekik keras dari Lidya terdengar. Tubuhnya mengejang, bahkan sampai melenting. Orgasmenya kali ini benar-benar luar biasa, yang paling nikmat sepertinya yang pernah dia rasakan bersama Haris.

“Aaahhh aaaahh yaaank, bentaaar aaahh aaaahhh…”

Rupanya Haris tak memberi banyak waktu Lidya untuk istirahat. Hanya berhenti sebentar, dia langsung menggoyangkan pinggulnya lagi. Penisnya yang terasa kian basah oleh cairan Lidya jadi semakin lancar keluar masuk. Bunyinyapun terdengar begitu indah di telinga Haris dan Lidya. Lidya yang tadi sempat protes kini hanya bisa menikmati. Saking menikmatinya, mulutnya sampai terbuka tanpa mengeluarkan suara. Dalam kondisi seperti itu, tak butuh waktu lama bagi Lidya untuk kembali orgasme.

Tubuh Lidya langsung jatuh menelungkup. Haris membiarkannya saja, tapi penisnya masih berada di dalam vagina Lidya. Kini Haris menduduki Lidya yang tengkurap, dengan penis tegaknya masih tertancap. Inilah yang paling disukai Haris ketika bersetubuh dengan Lidya, karena dalam posisi ini, dia akan membuat Lidya berulang kali orgasme hingga lemas.

“Aaaaahh sayaankkk…”

Kembali jeritan Lidya terdengar saat Haris kembali bergerak. Posisi ini membuat Haris begitu dominan, sedangkan Lidya kebalikannya, tak bisa berbuat apa-apa kecuali menikmatinya saja. Dan benar seperti yang diperkirakan Haris, Lidya langsung mendapatkan orgasme kecilnya. Haris tak berhenti sampai disitu. Dia pernah menghitung saat dulu melakukan posisi seperti ini, Lidya bisa orgasme sampai 3 kali. Kini dia ingin lebih, dia ingin membuat Lidya benar-benar KO.

Lidya memang punya kelemahan jika bersetubuh dalam posisi seperti ini, dia terlalu cepat keluar, terlalu cepat orgasme. Orgasmenya tadi, semenit kemudian langsung disusul oleh orgasme kedua, dan begitu seterusnya. Haris sama sekali tak berhenti, terus menggoyangkan tubuhnya.

“Yaaaaank udaaahh, udaaaahhh…”

Keluh Lidya yang sudah menyerah kepada Haris dalam posisi ini. Dia sudah tidak kuat, dia sudah orgasme 5 kali dalam 5 menit dalam posisi ini. Haris tersenyum, menang. Dia berhasil memecahkan rekornya sebelumnya. Dia mencabut penisnya, lalu membalikkan tubuh Lidya hingga terlentang.

Haris tak langsung melanjutkan permainannya. Dia memeluk mesra tubuh Lidya yang sudah lemas. Dia cium mesra kening gadis yang masih menutup matanya itu. Nafas Lidya tersengal, dia benar-benar kewalahan menghadapi Haris malam ini. Tapi ada senyum penuh kepuasan dan kenikmatan di bibirnya, yang langsung dikecup mesra oleh Haris.

“Lanjut ya yank? Masih kuat kan?”

“Kamu bener-bener gila yank, kuat amat sih? Makan apa tadi?”

“Yaa makan yang kamu masak tadi lah. Kan emang udah sebulan kita nggak gini, malam ini aku bakal bikin kamu lemes selemes-lemesnya.”

“Haduuh, habis deh aku malam ini.”

“Gimana? Mau dilanjut?”

“Lakukan apa yang kamu mau sayang, tonight, i’m yours.”

Sebuah kecupan mendarat di bibir Lidya sebelum Haris memposisikan dirinya lagi. Dia kembali membuka lebar kedua kaki Lidya. Dengan perlahan dimasukkan penisnya ke vagina Lidya. Didiamkan sebentar, lalu perlahan mulai digerakkan. Kembali suara desahan Lidya terdengar meskipun tak sekeras tadi, karena dia sudah benar-benar lemas dibuat oleh Haris.

Perlahan tapi pasti, Haris mempercepat tempo goyangannya. Suara desahan keduanya kian terpacu. Keringat semakin membasahi tubuh mereka berdua meskipun hawa di puncak malam ini cukup dingin, tapi tak cukup mampu untuk mendinginkan suasana di kamar ini.

“Aahh sayaaaang, aku mau keluaaar..”

“Keluarin yank, keluarin semuanyaaa…”

Haris terus mempercepat goyangannya, sekarang menjadi lebih kasar. Tapi Lidya bukannya kesakitan, dia malah merasa semakin nikmat. Matanya sampai terpejam, dan bibirnya hanya terbuka tanpa suara. Tubuhnya sudah terlalu lemas dan hanya pasrah dengan semua yang dilakukan oleh Haris.

“Aaaaaah yaaaaaankkkk…”

Sebuah sentakan kuat dari penis Haris membuatnya terbenam dalam-dalam di vagina Lidya. Bersamaan dengan itu lepaslah cairan kental yang selama ini dia tahan, keluar semua memenuhi rahim Lidya. Keduanya mengejang hebat, melepaskan hasrat mereka sepenuhnya. Lidya sampai dilanda orgasme beruntun saat Haris menyemburkan sperma hangatnya.

Beberapa saat kemudian tubuh Haris rebah, menindih tubuh Lidya. Nafas mereka berdua terengah-engah. Capek, sangat capek. Tapi dibarengi dengan kepuasan yang luar biasa. Kepuasan yang tertahan oleh kerinduan mereka, yang mereka lepaskan semuanya malam ini. Haris menggeser tubuhnya karena tak ingin membuat Lidya terbebani oleh tubuhnya. Mereka berdua berbaring berdampingan. Kedua mata mereka masih terpejam, tapi bibir mereka tersenyum lebar.

Lidya bergerak terlebih dahulu, bergeser sedikit ke samping dan memeluk mesra tubuh Haris. Haris mengecup kening Lidya. Tak ada kata yang terucap saat ini, mereka hanya terdiam. Tapi mereka sama-sama tahu, telah berhasil memuaskan pasangannya. Mereka berpelukan erat, memulihkan stamina mereka, mengumpulkan kembali tenaga mereka, untuk memulai permainan yang lebih menyenangkan lagi selanjutnya.

Bersambung

Foto ABG masih lugu tubuh putih mulus genit di ranjang
Burung Jalak
tunagan teman
Bercinta dengan tunangan teman sendiri
Tante Linda Yang Ganas Dan Haus Akan Sex
Dua Cewek Jilbab Kurus Show Memek Pengen Ngentot
cantik
Cerita dewasa petualangan sex geng joni bagian 2
bu guru cantik
Cerita sex terbaru merenggut keperawanan ibu guru cantik
Foto Bugil Abg Jembut Lebat Lugu Pemalu
Pembantu binal
Mbak Yeyen Pembantu Binal Yang Suka Maksa
Ngewe dengan ibu guru saat liburan
suster nakal
Suster cantik yang membantu proses kesembuhanku
Tante sexy
Tante Ku Yang Telah Mengajari Jadi Haus Sex
mtsmadrasah jilbab bugil
Nikmatya Ngentot Cewek Madrasah Berjilbab
ngentot adik sepupu
Ngentot adik sepupu waktu dia tidur terlelap bagian dua
Tante hot
Aku Menjadi Kekasih Gelap Tetangga Ku Bagian Satu
Mama sexy
Tiap Memandang Mama Aku Menjadi Sangat Bergairah