Part #16 : New Spirit

Haris baru saja sampai di kost setelah tadi mengantarkan Rani pulang ke kostannya. Hari masih sore, tapi dia sudah mulai menyiapkan semua keperluannya untuk masuk kerja besok. Pakaian untuk kerja sudah siap. Dia juga menyiapkan dokumen-dokumen kepindahannya yang kemarin diberikan oleh Viona sebelum berangkat. Setelah siap semuanya diapun bergegas mandi dan pergi untuk mencari makan. Malam ini dia ingin tidur cepat, supaya besok fit saat masuk kerja.

Haris tak jauh-jauh mencari makan, cukup di dekat kostannya saja karena kebetulan banyak warung makan karena memang disitu adalah daerah kost-kostan. Tidak ada yang spesial, hanya saja dia sedang duduk dan makan sendirian sedangkan orang lain duduk dengan pasangan mereka. Haris tersenyum kecut dalam hatinya, membayangkan kapan bisa seperti itu lagi.

Setelah selesai makan diapun langsung kembali ke kostannya untuk beristirahat. Masih terlalu sore memang, tapi dia ingin banyak istirahat. Kemarin dia kurang sekali tidurnya. Dia baru bisa tidur menjelang subuh, tapi pagi-pagi sekali sudah dibangunkan oleh Rani dan diajak untuk ke sunday morning, pasar dadakan yang dibuka setiap hari minggu di kawasan lembah kampus terbaik di kota ini. Pulang dari sunmor (sunday morning) mereka lanjut belanja di minimarket, untuk mengisi kulkas Haris yang memang masih kosong. Setelah itu, dia tak bisa tidur lagi, karena itulah saat ini dia memutuskan untuk tidur lebih awal.

Keesokan harinya, Haris bangun awal. Tubuhnya terasa segar, terasa cukup istirahat yang dia ambil semalaman. Dia sudah mandi dan sarapan roti yang dibelinya kemarin. Dia juga sudah berpakaian rapi, berkas-berkas yang mau dia bawapun sudah tertata di dalam tas ranselnya. Setelah merasa cukup diapun berangkat. Jarak antara kost dengan kantornya memang cukup jauh, karena kost Haris berada di sekitaran kampusnya dulu, sedangkan kantornya berada di dekat jalan malioboro. Haris harus berangkat awal karena belum tahu kondisi kemacetan di kota ini seperti apa.

Setelah lebih dari setengah jam Haris sampai juga di kantornya. Masih cukup sepi, tapi terlihat sudah ada beberapa motor terparkir disitu. Setelah memarkirkan motor, Haris menuju ke pos sekuriti. Ada 2 orang satpam yang stand by disitu.

“Selamat pagi pak,” sapa Haris dengan sopan.

“Iya selamat pagi mas. Ada yang bisa dibantu?”

“Ini pak, saya karyawan baru, pindahan dari Jakarta. Panggil saja Haris.”

“Ooh karyawan baru ya? Saya Totok, dan ini Teguh pak Haris.”

“Udah panggil mas aja nggak papa, kan masih muda pak, hehe.”

“Yaa nggak bisa gitu dong pak, kalau lagi kerja gini ya harus tetep dipanggil pak, nggak peduli umurnya berapa, hehe.”

“Ya udah deh, gimana enaknya aja pak, hehe.”

“Oh iya, pak Haris mari saya antar ke dalam. Tapi mungkin nunggu di lobby dulu ya pak, soalnya bu Eva dan pak Eko belum datang.”

“Bu Eva dan pak Eko?”

“Iya pak, bu Eva itu yang personalia, pak Eko kepala cabang. Kan biasanya kalau ada karyawan baru mereka berdua dulu yang ditemui.”

“Oh gitu ya pak. Oke deh.”

Seorang satpam yang bernama Totok tadipun mengantarkan Haris masuk ke dalam kantor. Dia dipersilahkan menunggu di lobby, dan Totok bilang nanti akan mengantarnya menemui bu Eva kalau sudah datang. Totokpun pergi meninggalkan Haris di lobby. Ruangan ini lebih mirip ruang tamu, ukurannya tidak terlalu besar, dilengkapi dengan beberapa kursi dan meja. Di dindingnya tertempel beberapa foto dan piagam penghargaan. Di dekat situ juga ada sebuah lemari kaca kecil berisi beberapa piala dan plakat.

Selama Haris duduk disitu terlihat beberapa orang masuk, tapi tak menyapanya karena memang belum kenal. Harispun hanya mengangguk senyum saja kalau ada yang melihatnya. Mungkin mereka berpikir Haris adalah tamu kantor, bukan karyawan baru. Tak lama kemudian satpam yang bernama Totok tadi kembali menemui Haris.

“Pak Haris, mari saya antar ke ruangan bu Eva, beliau udah datang.”

“Oh baik pak Totok.”

Haris melangkah mengikuti Totok. Mereka menuju ke lantai 2, ke sebuah ruangan yang berada di pojok. Tertera tulisan HRD di pintu ruangan itu. Totok mengetuk pintu itu beberapa kali.

“Masuk,” terdengar sahutan dari dalam.

“Permisi bu Eva,” ucap Totok sambil membuka pintu.

“Oh pak Totok, mari pak. Ada perlu apa?”

“Ini bu, saya mengantarkan pak Haris, karyawan baru pindahan dari Jakarta.”

Sekilas bu Eva melihat ke arah Haris.

“Oh pak Haris, mari pak silahkan duduk.”

“Terima kasih bu.”

“Kalau gitu saya permisi dulu bu, mau kembali ke pos.”

“Baik pak Totok, terima kasih ya.”

Setelah Totok keluar, kini tinggal Haris dan Eva saja yang berada di ruangan itu. Tadinya Haris mengira kalau kepala personalianya ini sudah cukup berumur, tapi terlihat dia masih cukup muda ternyata, mungkin seumuran dengan Viona.

“Oh iya bu, ini saya bawa berkas-berkas kepindahan saya kemari,” ucap Haris sambil menyerahkan berkas yang sudah dia siapkan.

“Iya, biar saya lihat dulu,” jawab Eva menerima berkas itu.

Beberapa saat Eva memeriksa berkas itu, kemudian meletakkannya di meja.

“Oke pak Haris, berkasnya ini saya simpan. Kemarin juga sebenarnya soft copynya sudah dikirim juga kok sama bu Viona. Oh iya, kabarnya bu Viona gimana?”

“Kabarnya dia baik kok bu.”

“Suaminya gimana? Masih direhab?”

“Eh, bu Eva tau?” tanya Haris, terkejut karena ternyata Eva tahu tentang Aldo.

“Iya, kemarin denger dari temen yang disana. Kamu juga, sebenarnya masih saudaranya Aldo kan?”

“Iya bu, hehe.”

“Jadi itu gimana ceritanya kok bisa kayak gitu?”

Harispun kemudian menceritakan apa yang terjadi pada Aldo. Tentu tidak semua dia ceritakan, hanya beberapa hal saja, tidak terlalu mendetail. Setelah beberapa saat saling bercerita, Eva kemudian mengajak Haris untuk menemui pimpinan mereka di kantor ini. Kebetulan ruangannya bersebelahan dengan ruangan Eva.

“Iya Va ada apa?” tanya pria itu, yang tak lain adalah pak Eko, kepala cabang kantor ini, saat Eva masuk ke ruangannya.

“Ini pak, saya bawain brondong, hehe,” jawab Eva bergurau.

“Ooh ini pasti Haris ya?” tanya pak Eko sambil mengulurkan tangannya.

“Iya pak, saya Haris,” jawab Haris membalas jabat tangan pak Eko.

“Ayo silahkan duduk dulu.”

Haris dan Eva kemudian duduk di hadapan pak Eko. Pak Eko banyak menanyai Haris, bukan cuma apa saja yang sudah dia lakukan selama training di kantor pusat, tapi juga tentang asalnya, dimana kuliahnya dan masih banyak lagi.

“Ooh jadi kamu dulu kuliah disini juga? Berarti udah nggak asing dong sama kota ini?”

“Iya pak, udah lumayan pahamlah kalau sama kota ini.”

“Tapi kok cari kostnya jauh amat Ris?”

“Yaa yang saya tau memang di daerah sana pak, kebetulan kan disana masih ada temen juga, jadi kemarin dicariin kostnya disana.”

“Ya udah lah, yang penting jangan sampai telat gara-gara alasan jauh lho ya?”

“Hehe iya pak, nggak akan telat kok.”

“Ya udah, kalau gitu kalian bisa kembali ke tempat. Haris untuk hari ini dan seterusnya mentormu Eva ya, kalau ada apa-apa langsung aja ke dia. Dan oh iya, kemungkinan nanti masa training kamu akan dipercepat, cuma sebulan aja disini, gimana?”

“Loh, dipercepat pak?”

“Iya, soalnya bulan ini posisi yang akan kamu tempati udah kosong. Pak Jarwo yang mengisi tempat itu, harusnya baru pensiun 2 bulan lagi, tapi dia mengajukan pensiun lebih cepat karena kondisi kesehatannya yang sudah menurun drastis. Kebijakan dari pusat, akan tetap memberikan pak Jarwo pensiun tepat waktu, yaitu 2 bulan lagi, tapi untuk masalah pekerjaan beliau sudah dibebas tugaskan, karena itulah kamu harus segera mengisi tempatnya. Gimana siap kan?”

“Iya pak saya siap. Hmm, berarti presentasi saya juga bulan depan ya pak?”

Pak Eko tak langsung menjawab, dan melihat ke arah Eva. Haris bingung melihat mereka berdua bergantian.

“Kamu masih belum paham juga Ris?” tanya Eva.

“Paham apa ya?”

“Gini lho, waktu training kamu itu dipercepat jadi cuma 1 bulan aja disini, itu untuk pematangan aja. Jadi bulan depan, kamu udah resmi diangkat.”

“Loh, jadi, nggak presentasi bu?”

“Itu tergantung sama kantor pusat. Mau tetep presentasi atau nggak. Kalaupun ada, mungkin cuma buat formalitas.”

“Hmm, kok, gitu ya?”

“Lha kenapa Ris? Emang kamu nggak mau?” sahut pak Eko.

“Bukannya nggak mau pak, cuma, gimana ya.. hmm, soalnya dari bu Viona kemarin juga nggak ada nyampein apa-apa ke saya.”

“Ya emang Viona belum tau Ris. Jadi gini, masalah posisi ini udah aku sampein ke pak Doni, dan pak Doni ngasih rekomendasi seperti itu. Dia bilang kalau kamu itu sebenarnya udah siap kerja, jadi cuma buang-buang waktu aja kalau harus nunggu 3 bulan, makanya pak Doni bilang training kamu disini cukup sebulan, setelah itu langsung diangkat,” ucap pak Eko.

“Nah masalah presentasi tadi, bener kata Eva, kalaupun ada ya paling cuma formalitas aja. Kamu nggak usah terlalu mikirin masalah presentasi, yang penting sebulan ini kamu bener-bener fokus sama kerjaan, nanti juga bakal dibantu diarahin sama Eva kok. Kalau kerjamu bener, aku bakal ngomong ke pak Doni, dan SK pengangkatan kamu bisa cepet turun.”

Haris tak bisa berkata apa-apa. Dia masih terlalu terkejut mendengar kabar mengejutkan itu. Viona tidak mengatakan apapun tentang hal ini mungkin karena memang dia belum tahu sebelumnya. Tapi pak Doni yang dia pamiti beberapa hari yang lalu juga tak mengatakan apapun. Mungkin memang pak Doni bertujuan memberikan kejutan seperti ini kepadanya.

“Ris, kok diem aja? Kamu nggak seneng?”

“Eh maaf pak. Bukan nggak seneng, seneng banget malah, cuma saya nggak nyangka aja pak.”

“Ya wajar aja kalau kamu kaget. Tapi yang pasti, mulai hari ini kamu harus bener-bener fokus lho ya. Pak Doni sendiri yang ngasih rekomendasi, jadi kamu harus buktiin sama kami semua, bisa?”

“Siap pak, bisa,” jawab Haris mantap, kali ini dengan tersenyum.

“Ya udah, silahkan kalian kembali ke tempat.”

“Baik pak, permisi.”

Haris dan Eva kemudian kembali ke ruangan Eva. Disana Eva memberi tahu banyak hal tentang apa yang harus dikerjakan dan yang menjadi tanggung jawab Haris. Mendengar penjelasan dari Eva membuat Haris semakin bersemangat, karena semuanya tidak terlalu jauh berbeda dengan apa yang sudah dia pelajari dan kerjakan selama di kantor pusat, bedanya hanya di masalah tanggung jawab saja.

Sekitar sejam lebih berada di ruangan itu, Eva mengajak Haris keluar untuk diperkenalkan dengan karyawan lainnya. Disini tidak banyak karyawan yang sepantaran dengan Haris, rata-rata sudah lebih tua dan hampir semua sudah berkeluarga. Tapi sikap mereka cukup menyenangkan dan ramah. Mereka menyambut Haris dengan baik dan antusias. Benar apa yang dikatakan Lidya dan Viona, karyawan disini tidak begitu berbeda dengan yang ada di kantor pusat, dan itu semakin membuat Haris yakin kalau dia akan betah berada disini, dan yang penting dia bisa secepatnya diangkat menjadi karyawan tetap.

 

+++
===
+++​

Tak terasa, Haris sudah melewati 3 minggu di kantor barunya. Tinggal seminggu lagi sampai dia akan diangkat menjadi karyawan tetap. Dalam 3 minggu ini memang cukup banyak yang harus dikerjakan oleh Haris, karena ternyata banyak pekerjaan yang harus tertunda karena Pak Jarwo, orang yang sekarang dia gantikan, kondisi kesehatannya memang kurang baik sehingga sering kali tidak masuk kerja. Tapi berkat semangatnya, dan juga bantuan dari teman-teman barunya, kini semua pekerjaan yang tertunda itu sudah bisa teratasi.

Haris juga merasa semakin nyaman bekerja disini. Suasana kantor yang tidak begitu berbeda dengan kantor pusat, ditambah lagi orang-orangnya yang menurut Haris lebih ramah juga menjadi faktor pendukung. Dia memang tidak menemukan orang seperti Lidya yang pernah dekat dengannya, tapi disini teman-temannya sangat baik kepadanya, terutama yang umurnya tidak terlalu terpaut jauh dengannya.

Soal hubungan Haris dengan Lidya juga masih terjaga, walau hanya sebatas chating saja. Itupun sudah tidak ada lagi panggilan sayang, hanya pertemanan biasa. Meskipun tak dipungkiri kadang Haris merindukan saat-saat yang pernah dia lalui dengan Lidya, terutama saat weekend. Tapi itupun sekarang sudah ada gantinya, karena setiap weekend dia selalu diajak keluar oleh adiknya. Haris juga belum sempat pulang ke rumahnya, karena justru orang tuanyalah yang datang mengunjunginya dan Rani.

“Mas Haris, dipanggil sama pak Eko,” panggil seseorang yang mengagetkan Haris yang sedang melamun.

“Eh iya pak, ada apa ya?” tanya Haris. Yang menghampirinya ternyata adalah OB kantor ini.

“Wah kurang tau mas, saya cuma disuruh manggilin aja.”

“Ya udah kalau gitu, makasih ya pak.”

“Iya mas, saya balik ke pantry dulu.”

Haris segera menuju ke ruangan pak Eko. Setelah mengetuk dan dipersilahkan masuk, Haris duduk di depan pak Eko.

“Ada apa ya pak?”

“Kamu udah dapat kabar dari Viona belum?”

“Kabar? Kabar apa ya pak?”

“2 hari lagi dia mau kesini, katanya presentasi kamu dipercepat, nggak jadi minggu depan.”

“Waduh, dipercepat pak?”

“Iya. Kenapa kaget gitu? Belum persiapan?”

“Hehe iya pak. Hmm, kira-kira materi apa yang harus saya siapkan ya pak?”

“Biasanya sih apa yang sudah kamu kerjakan selama training, tapi untuk lebih jelasnya kamu tanya sama Eva aja, diskusi sama dia sekalian. Yaa meskipun presentasimu cuma formalitas, dan yang datang kesini adalah kakak iparmu, tapi kita tetep harus profesional, jangan ngecewain, jangan bikin malu.”

“Iya pak siap. Ada lagi pak?”

“Udah itu aja. Kamu langsung temui Eva aja, aku udah forwardkan email dari Viona ke dia.”

“Baik pak. Kalau gitu saya permisi dulu.”

“Iya silahkan.”

Antara gembira dan bingung yang dia rasakan, Haris beranjak meninggalkan ruangan pak Eko untuk menemui Eva. Eva mempersilahkan Haris duduk tapi sepertinya masih sibuk, sehingga Haris menunggu beberapa saat sampai Eva membereskan apa yang sedang dia kerjakan saat itu.

“Ada apa Ris?” tanya Eva.

“Ini bu, tadi sama pak Eko suruh nemuin ibu, soal presentasi akhir.”

“Oh iya, ini baru aku baca email yang diforward sama pak Eko. Jadi gimana? Kamu udah ada materi?”

“Hmm, saya malah bingung bu, mau nampilin apa ya? Saya nggak ada gambaran sama sekali soalnya.”

Eva tak langsung menjawab. Jarinya kembali terlihat lincah bermain di laptopnya, tapi tak lama kemudian dia putar laptop itu hingga Haris bisa melihat apa yang ada di layar.

“Ini ada beberapa contoh presentasi akhir buat anak training. Ada juga punyaku, yang mungkin bisa lebih cocok sama kamu.”

“Bisa saya copy bu?”

Eva melirik jam dinding.

“Gimana kalau kita kerjain sekarang aja? Kerjaanmu udah beres kan?”

“Wah boleh tuh bu, kebetulan kerjaan saya juga udah beres.”

“Ya udah, kamu ambil laptopmu, kita kerjain disini aja. Oh iya, sama sekalian minta sama OB suruh buatin minuman buat kita berdua ya?”

“Baik bu.”

Tanpa menunggu lama Haris langsung keluar dari ruangan Eva. Pertama dia menuju ke pantry, menemui OB untuk menyampaikan pesan Eva. Tak perlu lagi dibilang minuman apa yang dimau, karena OB disini sudah hapal apa yang biasa diminta oleh para karyawan. Kalau mereka sedang kepengen yang lain, baru mereka akan bilang. Setelah dari pantry, Haris kembali ke mejanya, menyiapkan laptop, hardisk eksternal dan juga buku catatannya yang dia pakai untuk mencatat apa-apa yang dia anggap penting selama training. Setelah itu dia kembali ke ruangan Eva.

“Nah Ris, coba kamu baca dulu materi presentasiku dulu. Emang pastinya beda sih, tapi coba siapa tau ada yang bisa kamu pake.”

“Baik bu.”

Haris membaca materi milik Eva. Memang benar sudah ada yang berubah, karena mereka memang terpaut waktu yang cukup lama, tapi banyak materi itu yang masih relevan, dan juga pernah dipelajari dan dikerjakan oleh Haris.

Siang itu Haris terus berada di ruangan Eva membuat materi presentasinya. Eva banyak membantunya, memeriksa dan memberi saran, apa yang perlu disampaikan dan apa yang tidak. Bahkan makan siangpun mereka lakukan di ruangan itu. Sempat pak Eko datang melihat, tapi cuma sebentar dan pergi lagi karena melihat keseriusan Haris dalam mempersiapkan materinya.

Haris tahu kalau peluangnya diangkat menjadi karyawan tetap sekarang ini hampir 100%. Tapi dia juga harus berterima kasih kepada Viona, pak Eko dan Eva, yaitu dengan cara menjalani presentasi akhir nanti dengan sungguh-sungguh. Dia sudah sangat tahu bagaimana profesionalisme di perusahaan ini sangat dijunjung tinggi. Boleh saja dalam satu kantor ada yang memiliki hubungan suami istri, atau keluarga dan saudara. Tapi selama di kantor, mereka berada di posisinya masing-masing, melakukan tugasnya masing-masing, dan mengemban tanggung jawabnya masing-masing. Salah berarti ada hukuman, dan benar berarti mendapat apresiasi.

Waktu terus berjalan hingga sore menjelang. Sebentar lagi jam pulang kantor, dan saat ini Haris masih berada di ruangan Eva. Pak Eko juga sedang ada disini, memeriksa materi itu. Haris sudah selesai membuatnya, dengan bantuan Eva juga. Pak Eko tampak puas dengan apa yang sudah dibuat oleh Haris. Dia hanya memberikan sedikit masukan saja, dan semua sudah dicatat oleh Haris.

“Oke Ris, sepertinya kamu udah siap untuk presentasi ini, materimu udah mateng, tinggal disampein aja.”

“Iya pak, terima kasih banyak. Ini juga berkat bantuan pak Eko dan bu Eva juga.”

“Ya sudah, kalau gitu kita pulang aja, udah jam segini juga. Kamu jaga kondisi aja ya, jangan sampai pas waktunya presentasi malah sakit.”

“Siap pak.”

Pak Eko meninggalkan ruangan itu, sedangkan Eva dan Haris membereskan sisa pekerjaan mereka. Haris sudah akan beranjak dari tempat duduknya ketika tiba-tiba handphonenya berbunyi. Dia buka, ternyata ada pesan WA dari Viona.

from : mbak Viona said:

Ris, aku besok berangkat ke Jogja. Tolong jemput di bandara ya.

to : mbak Viona said:

Oke mbak, pesawatnya jam berapa?

from : mbak Viona said:

Kira-kira jam 6 sore nyampainya.

to : mbak Viona said:

Oke siap. Terus, mbak Viona nginepnya dimana?

Ditunggu beberapa saat tak ada balasan dari Viona, Harispun meninggalkan ruangan Eva menuju mejanya. Dia bereskan pekerjaannya dan juga peralatannya, setelah itu diapun pulang. Beberapa karyawan masih ada yang disana, tapi sebagian besar sudah pulang. Di parkiran Haris sempat berbasa-basi sebentar dengan para satpam yang sudah cukup akrab dengannya.

Sore itu jalanan sudah mulai macet, bersamaan dengan orang-orang pulang kerja. Tapi Haris sudah tahu jalur-jalur mana yang bisa dia lewati dengan lancar di jam-jam seperti itu, sehingga tak perlu waktu lama akhirnya dia sampai di kostnya. Sesampainya di kost Haris langsung mandi, karena hari ini Rani mengajaknya ke bioskop, ada film baru yang ingin dia tonton. Rani juga sudah membeli 2 tiket untuk mereka.

Setelah mandi dan bersiap-siap, Haris melihat handphonenya lagi, belum ada balasan dari Viona, yang ada WA dari adiknya yang mengabari kalau dia sudah siap. Harispun segera berangkat menjemput Rani di kostnya. Sampai disana ternyata Rani sudah menunggu dan merekapun langsung berangkat ke bioskop yang berada di salah satu mall tak jauh dari kostan Rani.

Sampai di mall itu mereka buru-buru naik karena film yang akan mereka tonton akan segera diputar. Tapi saat itu Haris merasakan handphonenya bergetar, diapun mengambilnya, terlihat ada sebuah pesan, dari Viona.

“Waduuh..”

“Kenapa mas?” tanya Rani, yang melihat Haris tiba-tiba berhenti.

“Eh nggak Ran, nggak ada apa-apa. Ini, presentasiku dipercepat, jadinya 2 hari lagi, nggak jadi minggu depan,” jawab Haris, berbohong.

“Ooh gitu, bagus dong? Jadi bisa lebih cepet diangkat.”

“Iya nih, hehe. Ya udah yuk buruan, udah mau mulai kan?”

“Iya, ayo mas.”

Mereka kembali bergegas menuju ke bioskop di lantai paling atas. Sambil berjalan itu, Haris terus memikirkan isi pesan dari Viona. Dia jadi bingung sekarang, apakah akan menuruti keinginan kakak iparnya itu atau tidak, tapi sepertinya, apa yang diinginkan oleh Viona adalah sebuah hal yang tidak bisa ditolaknya.

from : mbak Viona said:

Aku mau nginep di tempatmu aja, sekalian ada yang mau aku ceritain sama kamu, ini tentang masmu.

Bersambung

Kenangan indah dengan bu guru bawel ketika mendaki gunung bersama
tante hot
Lama tak pulang di suguhi kenikmatan tubuh tante ku yang cantik
gadis binal
Calon Pengantin Wanita Yang Berselingkuh Ayah Mertua Di Saat Resepsi Pernikahan
cewek cina bugil
Antara Perih Dan Nikmat
Rahasia Yang Akan Terus Ku Simpan
Foto Bugil Jilbab Calon Ustazah Korek Memek
Kamu Dia Dan Mereka Sesion Pertama
Buah dada mama yang begitu indah
Di perkosa
Gadis Montok Yang Di Perkosa Tuju Preman Terminal
anak ibu kost
Menjadi Guru Yang Baik Untuk Anak Ibu Kost Ku Yang Cantik
sex dengan ibu teman
Aku tak kuasa menahan gejolak nafsu melihat belahan dada ibu teman ku
dukun cabul
Cerita sex menikmati cumbuan dukun yang menyembuhkan penyakitku
Foto Bugil Abg Terangsang Nonton Video Bokep
cerita remaja
Pengalaman masa muda yang tak akan pernah terlupakan bagian 2
Foto Bugil Siswi SMP Toge Jembut Tipis
kenalan baru
Awalnya dari media sosial akhir nya menginap di hotel