Part #32 : Now it’s not about me or you, it’s us

Pesta resepsi pernikahan Haris dan Anin sudah selesai digelar. Haris dan Anin sendiri saat ini sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah hotel berbintang yang akan menjadi tempat mereka menghabiskan 2 malam kedepan. Terlihat senyum bahagia masih belum hilang dari wajah keduanya. Pakaian pernikahan yang mereka pakai selama resepsi tadi juga masih menempel di tubuh mereka. Sore ini mereka diantar dengan sebuah mobil yang sudah dihias sedemikan rupa, dan diantarkan oleh seorang anak buah Aziz.

Sampai di hotel, sudah ada seorang petugas yang menyambut mereka. Tak berlama-lama, karena memang kamar dan semuanya sudah dipesan jauh-jauh hari, mereka langsung diantar naik. Sampai di dalam kamar mereka sempat takjub. Kamar ini sudah dipenuhi dengan berbagai hiasan. Bunga mawar merah dan putihpun juga bertaburan di lantai dan tempat tidur. Di tempat tidur itu juga sudah ada hiasan sepasang angsa saling berhadapan membentuk hati.

Anin

“Wah, ini siapa yang nyiapin ya Nin?”

“Lho emang mas Haris nggak tau?”

“Eh, tau apa?”

“Ini kan kemarin Rani sama yang lainnya yang nyiapin mas.”

“Oh ya? Kok Rani nggak bilang-bilang ya? Pantesan seharian ngilang ampe malem, ternyata kesini tho?”

“Iya, hehe.”

“Lha kok kamu tau Nin?”

“Tau dong. Rani kan bocor kalau sama aku, nggak kayak sama kamu mas, hehe.”

“Ealah, lha gimana sih, kan yang kakaknya itu aku?”

“Tapi kan sekarang aku juga kakaknya.”

“Iya ya, hehe.”

“Ya udah mas, aku bersih-bersih dulu ya? Kata petugas hotel tadi kan sejam lagi mau dianterin makan malamnya kesini.”

“Oh iya iya. Ya udah, kamu duluan aja kalau gitu.”

Sesaat kemudian Anin masuk ke kamar mandi setelah mengambil baju ganti dari lemari. Sebelumnya memang Rani dan beberapa orang dari keluarganya sudah membawa pakaiannya dan juga pakaian Haris ke kamar hotel ini kemarin. Haris tahunya kalau Rani hanya mengantarkan pakaiannya, tidak tahu kalau sampai menghias kamar ini juga.

Saat Anin sedang berada di dalam kamar mandi, Haris mengamati kondisi kamar ini. Kamarnya cukup luas, karena memang merupakan kamar terbaik dan termahal di hotel ini. Haris tidak tahu pasti berapa tarif permalamnya, karena bukan dia yang mengurusi. Dan dia juga tidak ada niatan untuk bertanya kepada Anin, bukan saat yang tepat untuk membahas hal seperti itu. Yang jelas, kamar tipe ini adalah satu-satunya yang ada di hotel ini, dan biasanya hanya disewa oleh tamu-tamu penting saja, atau untuk acara seperti ini, seperti Haris dan Anin sekarang.

Cukup lama Anin berada di dalam kamar mandi. Haris memakluminya, mungkin Anin sedang mempersiapkan diri sebaik-baiknya, untuk melewati malam ini bersama dirinya. Diapun berdiri di depat jendela, melihat pemandangan kota, yang lampu-lampunya sudah mulai menyala menyambut petang.

Anin

Dia tersenyum sendiri, masih tak percaya dengan status barunya kini. Sekarang dia adalah seorang suami dari seorang wanita cantik. Dia merasa beruntung sekali mendapatkan wanita sebaik Anin. Dia sangat bersyukur akan hal itu. Dan malam ini, dia akan menjalani sebuah ritual sakral. Ritual yang sebenarnya dulu sudah sering dia lakukan dengan mantan-mantannya, juga dengan beberapa wanita lain, termasuk dengan Lidya dan Viona. Tapi kali ini Haris merasa berbeda.

Kali ini dia akan melakukan itu dengan sah, dengan istrinya. Meskipun sudah cukup banyak pengalaman, tak bisa dipungkiri kalau sekarang dia sangat gugup. Padahal kalau dipikir-pikir, dia akan melakukannya tanpa beban dan tanpa perasaan bersalah, karena Anin sudah sah menjadi istrinya. Tapi entah kenapa Haris malah merasa jantungnya berdetak begitu cepat.

Saat itu kemudian terdengar pintu kamar mandi terbuka. Anin sudah selesai dan dia sudah berganti pakaian. Masih dengan pakaian yang tertutup sampai kepalanya, karena memang nanti masih akan ada petugas hotel yang kemari mengantar makanan untuk mereka. Haris melihat istrinya tanpa make up sama sekali, tetap cantik dan mempesona buatnya.

“Mas, kok malah bengong? Sana gantian mandinya.”

“Eh iya, maaf. Aku terpesona sama kecantikan istriku, hehe.”

Mendapat pujian dari Haris, pipi Anin langsung merona. Dia masih malu-malu, meskipun yang memuji adalah suaminya sendiri. Mengetahui hal itu, Haris yang tak ingin membuat istrinya semakin malu langsung beranjak ke kamar mandi.

Tidak terlalu lama Haris mandi, dan kini sudah berganti pakaian. Mereka hanya duduk sambil ngobrol menunggu makan malam mereka datang. Dan tak lama kemudian, bel berbunyi. Haris menuju ke pintu untuk membukanya. Terlihat ada 3 orang petugas hotel yang datang, satu orang lelaki dan 2 orang perempuan.

Setelah menyapa merekapun dipersilahkan masuk oleh Haris. Dengan cekatan para petugas itu menyiapkan makan malam di meja yang sudah disediakan. Sebentar saja, makan malam mereka sudah siap.

“Makan malamnya sudah siap pak, silahkan dinikmati.”

“Terima kasih mas.”

“Iya sama-sama. Nanti kalau sudah selesai langsung telpon ke bagian room service saja, biar langsung kami bereskan piring kosongnya.”

“Iya baik.”

Tak lama kemudian para petugas itupun meninggalkan kamar. Haris mengajak Anin untuk segera menyantap makan malam mereka. Menu yang dihidangkan cukup banyak dan lezat. Haris dan Aninpun makan dengan lahap, karena meskipun belum terlalu malam tapi mereka sudah cukup kelaparan. Siang tadi mereka tak sempat makan banyak karena tamu yang terus berdatangan. Belum lagi mereka ingin benar-benar mengisi stamina. Mereka sama-sama tak ingin mengecewakan pasangannya malam ini.

Setelah selesai makan, Haris menghubungi room service. Tak lama kemudian petugas yang tadi mengantar makanan datang untuk membereskan sisa-sisa piring kotornya.

“Pak Haris, untuk sarapan besok pagi mau diantar kesini atau turun ke restoran?”

Haris tak langsung menjawab, dia menoleh ke Anin. Anin memberikan kode terserah pada Haris.

“Besok dihubungi lagi aja ya mas?”

“Oh baik pak. Kalau begitu kami permisi dulu.”

“Iya terima kasih.”

Setelah para petugas itu pergi, Haris kembali duduk di sofa bersama Anin. Mereka duduk bersebelahan, dan hanya menonton TV. Mereka berdua hanya terdiam, karena bingung mau ngomong apa. Mereka juga tak terlalu memperhatikan acara yang ditanyangkan di TV, yang jelas hanya diam saja.

“Hmm, Nin?” ucap Haris setelah cukup lama mereka terdiam.

“Iya, kenapa mas?”

“Kamu capek nggak?”

“Hemm?”

“Iya, masih capek nggak setelah acara kita seharian ini?”

“Nggak terlalu sih mas, cuma pegel dikit aja kakinya.”

“Mau dipijitin?”

“Emang mas Haris bisa mijat?”

“Nggak bisa sih, tapi buat istri, apa sih yang nggak? Hehe.”

“Iih malah nggombal.”

“Yaa nggak papa dong, nggombalnya sama istri sendiri kok, hehe.”

Anin hanya tersenyum menanggapi ucapan Haris. Tapi kemudian dia mengangguk dan mengangkat kakinya. Harispun sigap meletakkan kaki Anin di pangkuannya, dan perlahan memijat betis istrinya. Kembali mereka hanya terdiam sambil Haris memijat kaki Anin.

“Mas.”

“Kenapa Nin?”

“Rasanya aneh ya?”

“Aneh gimana?”

“Yaa aneh aja. Hmm, kita sekarang udah jadi suami istri. Ini juga aku kan baru kali ini berduaan sama cowok di dalam kamar, hehe.”

“Hehe, iya juga sih. Dari tadi aku juga mikir gitu Nin. Sekarang kita resmi, sah jadi suami istri. Mulai sekarang kita harus membiasakan diri, bukan cuma sekedar aku atau kamu, tapi kita.”

Anin mengangguk, setuju dengan ucapan Haris. Sebelum menikah, kemarin dia juga sudah banyak mendapat wejangan dari ibunya, sama seperti Haris yang mendapat wejangan dari ayahnya, tentang bagaimana menjalani hidup berumah tangga. Tentang bagaimana menjadi istri yang baik.

Setelah itu obrolan merekapun perlahan mencair. Ada beberapa hal yang mereka bicarakan, lebih banyak tentang acara mereka hari ini. Intinya mereka cukup puas, karena apa yang mereka dapat hari ini lebih dari apa yang mereka inginkan. Saat inipun Haris sudah tak lagi memijat kaki Anin. Posisi mereka sudah berubah, Anin sudah merebahkan tubuhnya di dada Haris, sambil sesekali tangan Haris membelai lengan Anin.

Anin tentunya masih merasa sangat canggung, karena baru kali inilah dia bersikap seperti itu pada seorang pria, selain ayahnya. Dengan ayahnyapun, setelah dia masuk kuliah sudah tak pernah seperti itu lagi. Tapi Anin tahu dia harus membiasakan diri seperti ini, karena lelaki yang menyentuhnya sekarang adalah lelaki yang memang berhak atas dirinya, dan dalam hatinya dia sudah berjanji memasrahkan sepenuhnya kepada Haris mulai malam ini.

“Yank..” ucap Haris perlahan.

“Eh? Yank?”

“Hehe, iya. Nggak papa kan? Kan sekarang udah resmi, jadi boleh kan manggil sayang? Atau mau dipanggil yang lain? Maunya apa? Mama, bunda, ummi, atau apa? Hehe.”

“Hehe, apa aja boleh deh mas,” Anin kembali tersipu. “Tapi, aku manggilnya tetep mas aja ya? Aku belum terbiasa soalnya mas.”

“Iya nggak papa, senyamannya kamu aja. Nggak penting juga mau manggil apa, yang penting kan perasaan kita, iya nggak?”

Anin hanya mengangguk. Kali ini usapan tangan Haris sudah mengarah ke kepalanya. Anin merasa semakin nyaman berada di pelukan Haris. Rasanya hangat, dan aman, penuh dengan kasih sayang.

“Yank, pindah yuk?” ucap Haris.

“Pindah kemana?”

“Ke tempat tidur, hehe.”

“Ooh, hehe.”

Anin tahu apa yang diinginkan oleh suaminya. Dia tahu malam ini untuk pertama kalinya mereka akan melakukan kewajiban sebagai suami istri. Dia sebenarnya masih agak takut, tapi dia sadar harus melakukannya. Lagipula dia tahu, Haris orang yang berpengalaman dalam hal ini, dan pasti akan menuntunnya dengan baik. Sebenarnya Anin sudah cukup banyak mencari tahu tentang apa yang akan dia lakukan malam ini, mulai dari bertanya pada ibunya, juga mencari dari berbagai sumber. Tapi semua itu hanyalah sebuah teori, dan saat ini dia akan mempraktekkan langsung, jelas saja dia merasa gugup setengah mati.

Anin menurut saja saat Haris menariknya ke arah tempat tidur. Dia masih sedikit menundukkan kepala karena merasa malu. Mereka kemudian duduk di pinggir ranjang, dan kembali terdiam. Tapi ketika sadar Haris sedang memandanginya, Aninpun mengangkat wajahnya, melihat Haris tersenyum. Mau tak mau, ditengah kegugupannya diapun ikut tersenyum.

“Mas, aku…” ucap Anin terbata-bata, bingung mau mengungkapkan kalau sebenarnya dia sangat gugup.

“Udah, nggak usah dipikirin. Terus terang aku juga gugup kok, tapi kita jalani aja ya, biarin aja mengalir,” ucap Haris sambil tersenyum, membuat Anin mengangguk meskipun di wajahnya masih tersirat kegugupan.

“Jilbabnya aku lepas ya yank?” ucap Haris meminta ijin.

Kembali tak menjawab, Anin hanya mengangguk. Perlahan Haris menarik jilbab yang dipakai Anin hingga lepas, dan terlihatlah rambut lurus Anin yang masih dikuncir. Haris melanjutkan aksinya dengan melepas kunciran itu, membuat rambut Anin terurai lurus sepundak. Haris kembali dibuat terkagum dengan kecantikan istrinya, yang baru pertama kali ini dia lihat tanpa jilbab.

“Mas kok ngeliatnya gitu sih? Malu tau,” protes Anin yang malu-malu dengan tatapan penuh kekaguman dari Haris.

“Kamu, cantik banget sayang. Aku bener-bener bersyukur deh, aku merasa jadi lelaki paling beruntung di dunia.”

“Iih mas Haris nggombal mulu nih.”

Anin membalikkan badannya, memunggungi Haris. Bukan apa-apa, dia merasa sangat malu. Dia tahu suaminya sama sekali tidak bermaksud menggodanya, tapi memang benar-benar jujur menyuarakan hatinya. Hanya saja, Anin tak terbiasa diperlakukan seperti itu, sehingga memunggungi Haris untuk menyembunyikan rasa malunya.

“Maaf ya sayang, aku bukannya nggombal. Ini jujur, kamu bener-bener cantik, bener-bener sempurna.”

Haris langsung mendekati istrinya, lalu memeluknya dari belakang. Tak ada protes lagi dari Anin. Dia juga membiarkan Haris memeluknya. Tapi tak lama kemudian Haris melepas pelukannya, dan membalikkan tubuh Anin, hingga sekarang berhadapan lagi dengannya. Dia membelai lembut pipi Anin, membuat wanita itu menutup matanya sesaat.

“Mas..”

“Hemm?”

“Ajari aku ya?” pinta Anin dengan lirih, dengan wajah yang semakin merona setelah memberanikan diri mengucapkan kata-kata itu.

Haris tersenyum, tahu maksud istrinya. Dia hanya menganggukkan kepalanya.

Perlahan, Haris mendekatkan wajahnya. Semakin wajah mereka berdekatan, semakin dada Anin berdegup keras. Haris sendiri sebenarnya juga begitu, tapi dia sadar kali ini harus mengambil peran lebih, mengingat istrinya yang masih benar-benar lugu dalam hal ini.

Haris kemudian berhenti saat jarak wajah mereka sudah sangat dekat. Matanya menatap lekat mata Anin.

“Anin, aku sayang sama kamu. Aku cinta sama kamu.”

“Aku juga mas, aku juga cinta sama kamu.”

Setelah itu Haris kembali menggerakkan wajahnya, hingga bibir mereka berdua bertemu. Anin sedikit kaget, karena akhirnya ada seorang lelaki yang menyentuh bibirnya. Bibir mereka terus bersentuhan, tanpa seorangpun dari mereka bergerak. Perlahan Anin mulai menutup matanya yang mulai sayu. Mengetahui hal itu, Haris perlahan mulai melumat bibir Anin. Dia ingin memberikan pengalaman ciuman pertama yang mengesankan untuk Anin.

Anin yang tadinya pasif, lama-lama mulai membalas lumatan bibir suaminya. Dia mengikuti apa yang dilakukan oleh Haris, seraya membiarkan nalurinya sebagai wanita untuk mulai mengambil alih. Kini keduanya sudah mulai berciuman, dengan lembut, dan dengan hangat. Tubuh mereka semakin merapat, hingga kemudian kedua tangan Haris memeluk tubuh Anin, dan tangan Aninpun melakukan yang sama.

Untuk beberapa saat mereka larut dalam ciuman pertama mereka sebagai sepasang suami istri. Anin tampak sudah mulai enjoy, dia sudah mulai bisa mengikuti alur yang dibuat oleh Haris. Setelah beberapa saat berciuman, Haris menarik wajahnya untuk menghentikan ciuman itu. Dia kemudian menatap wajah Anin, yang sudah membuka matanya. Terlihat sekali pipi Anin merona merah, diiringi senyum malu-malu dari bibirnya. Saking malunya Anin langsung memeluk Haris, membenamkan kepalanya di dada suaminya. Haris tak buru-buru melanjutkan. Dia tahu harus melakukan ini dengan perlahan, agar Anin juga merasa nyaman melakukannya.

Setelah beberapa saat, Anin menarik tubuhnya, menatap wajah suaminya. Haris menangkap ini sebagai tanda bahwa Anin sudah siap untuk melanjutkan permainan mereka. Harispun kembali mendekatkan wajahnya, dan kali ini Anin juga melakukan hal serupa. Kembali mereka berciuman, kali ini langsung melumat bibir masing-masing. Lidah mereka juga sudah mulai ikut bermain, meskipun Anin masih sangat kaku.

Sambil tetap berciuman, Haris perlahan mendorong tubuh Anin hingga rebah di ranjang. Dalam posisi ini mereka terus berciuman, dan tangan Haris mulai bergerak ke bawah, ke pinggang Anin, memegang ujung bawah kaos Anin. Haris menghentikan ciumannya dan mengangkat wajahnya. Dia menatap Anin, meminta persetujuan. Anin mengerti itu, dan diapun mengangguk.

Perlahan, Haris menarik ke atas kaos lengan panjang yang dipakai Anin. Anin membantu dengan mengangkat sedikit tubuhnya, seraya merentangkan kedua tangannya ke atas. Kaos itupun terlepas dari tubuh Anin. Kembali Haris dibuat terpana dengan tubuh istrinya, dan Anin juga kembali dibuat tersipu, karena akhirnya dia menunjukkan tubuh yang selama ini dia tutup rapat itu.

Tangan Haris kemudian bergerak ke balik punggung Anin. Aninpun segera mengangkat tubuhnya, dan membiarkan Haris melepaskan kaitan bh putih berenda yang menutupi kedua gundukan di dadanya. Setelah kait bh itu terlepas, Haris menariknya hingga lepas dari tubuh Anin. Dan lagi, Haris kembali terpana.

Buah dada Anin begitu indah buatnya. Ukurannya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan yang pernah dilihat oleh Haris dari wanita lain, tapi ini adalah bagian yang belum sekalipun terjamah, itulah yang membuatnya begitu indah. Sepasang gundukan putih bersih, dengan bilur biru kehijauan yang sedikit menghiasinya, dan puncak mungilnya yang berwarna coklat muda.

Haris tersenyum menatap itu semua. Anin sebenarnya sangat malu, tapi sama sekali tak menutup dadanya. Dia tahu, ini adalah hak dari Haris, suaminya. Harispun bangkit dan melepaskan kaosnya, membuat posisinya berimbang, sama-sama bertelanjang dada.

Dia kemudian kembali mencium bibir Anin, yang langsung disambut oleh istrinya itu. Anin yang masih merasa malu melampiaskannya dengan membalas ciuman Haris, yang terasa lebih panas dari sebelumnya. Di titik ini, Anin benar-benar membiarkan nalurinya mengambil alih.

“Hhhhmmmmhhhh…”

Terdengar desahan Anin tertahan saat dia merasa dadanya disentuh oleh Haris. Bukan hanya disentuh, tapi mulai diremas dengan lembut. Tubuh Anin sempat bereaksi dengan sedikit mengejang, dan kemudian memeluk tubuh Haris.

Haris kembali melanjutkan. Sambil masih terus mencium bibir Anin, tangannya terus meremas payudara istrinya dengan lembut. Bergantian kiri dan kanan dia jamah, membuat tubuh Anin mulai menggeliat kegelian.

“Eeehhhhmmmhhh…”

Kembali Anin mendesah tertahan, dan semakin menggeliat saat puting payudaranya disentuh oleh Haris. Dia merasakan geli bercampur nikmat saat jari-jari Haris memilin dan memutar-mutar puting payudaranya dengan lembut. Sekali lagi, dia melampiaskan semua itu dengan semakin panas membalas ciuman Haris.

Permainan berlanjut. Haris menyudahi ciumannya di bibir Anin, dan kini bergerak ke arah telinga dan leher Anin. Dicumbunya dengan lembut dan penuh perasaan di daerah itu, membuat Anin berkali-kali mendesah dan menggeliat. Ditambah lagi rangsangan Haris di buah dadanya yang masih belum berhenti.

“Maaasshhhh aaaaahhhh…”

Tanpa tertahan kini desahan Anin makin terdengar, saat bibir Haris sampai di dadanya. Dikecup dan dikulumnya puting Anin yang sudah mulai mengeras. Saat puting sebelah kiri dikulum, sebelah kanan dia mainkan dengan jarinya. Begitupun sebaliknya. Hal ini benar-benar membuat Anin semakin tak karuan. Baru kali ini dia merasakan geli bercampur nikmat yang sangat luar biasa. Matanya terpejam, tapi mulutnya terus mendesah.

Cukup lama Haris memainkan dada Anin, hingga membuat tubuh wanita itu berkeringat. Nafas Anin juga sudah semakin memburu. Nafsu birahinya telah dibangkitkan oleh Haris, dan masih belum berhenti sampai disitu.

Setelah cukup lama bermain di dada Anin, Haris kemudian bangkit. Mereka berdua saling tatap. Haris yang masih tersenyum, Anin dengan senyum dipaksakan dan nafas yang mulai terengah-engah. Tangan Haris kemudian bergerak ke celana panjang Anin. Sekali lagi dia menatap Anin, meminta persetujuan. Dan kembali Anin hanya mengangguk pasrah, membiarkan suaminya mengambil haknya.

Anin mengangkat pantatnya saat Haris mulai menarik turun celana panjang dan celana dalamnya sekaligus sampai terlepas. Lagi-lagi Haris dibuat terpana dengan pemandangan yang dia lihat. Daerah paling pribadi milik Anin, yang selama ini tak pernah terlihat dan terjamah oleh siapapun, kini dia lihat dengan bebas, dan kini menjadi miliknya.

Pangkal paha yang bebas dari bulu, terlihat hanya seperti sebuah garis. Putih bersih, sama seperti bagian tubuh yang lainnya. Kali ini Anin sedikit berusaha untuk menutup kakinya saking malunya dipandangi seperti itu, tapi Haris menahannya. Akhirnya Anin hanya bisa memalingkan wajahnya yang sudah benar-benar memerah.

Tak menunggu terlalu lama, Haris kemudian berdiri dan melepaskan celana dan celana dalamnya sendiri. Dan kini mereka berdua sudah sama-sama telanjang bulat. Anin memberanikan diri melihat tubuh polos suaminya. Dia agak terkejut melihat sesuatu yang berada di pangkal paha Haris. Untuk pertama kalinya dia melihat secara langsung kemaluan seorang pria dewasa. Dia pernah melihatnya dari gambar, tapi melihat langsung seperti ini tentunya berbeda. Apalagi benda itulah yang akan sering dia lihat setelah malam ini.

Haris kembali merebahkan dirinya, menghampiri Anin dan mencium bibirnya. Tangannya juga kembali memainkan sepasang payudara istrinya itu. Aninpun sudah tak sungkan lagi memeluk tubuh Haris dan membalas ciuman suaminya. Ada perasaan bergetar dalam dirinya waktu tubuh telanjang mereka bersentuhan. Ada sensasi aneh yang baru kali ini dia rasakan, yang langsung menyebar ke seluruh tubuhnya, membuatnya kembali menggeliat.

Haris memegang tangan Anin, lalu menuntunnya agar memegang penisnya yang belum tegang maksimal. Saat menyentuh batang itu, Anin yang terkejut sempat menarik tangannya, namun kembali Haris menuntun tangan Anin untuk menyentuhnya lagi.

“Dipegang ya sayang, jangan takut, itu punya kamu sekarang.”

Aninpun menurut. Kembali dipegangnya benda itu, digenggam penuh dengan telapak tangannya. Anin tak lagi menarik tangannya, tapi tak bergerak juga, hanya terus memegang. Tapi Anin bisa merasakan, kalau benda yang dipegangnya mengalami perubahan, dan mulai membesar dan mengeras. Dia tahu ini reaksi alami dari seorang laki-laki, seperti yang pernah dibacanya.

Sementara itu tangan Haris juga mulai bergerak mengelus daerah pribadi Anin. Perlahan dia menggesek bibir kewanitaan Anin yang masih sangat rapat itu. Hal itu tak ayal membuat Anin bereaksi. Tubuhnya kembali tersentak dan menggeliat, akibatnya genggamannya di penis Haris semakin kuat.

Haris terus berusaha merangsang daerah intim istrinya. Dia terus menggesekkan jarinya disana, sambil menciumi buah dada Anin. Kondisi Anin sudah semakin tak karuan. Tubuhnya yang sudah berkeringat terus menggelinjang.

“Aaaaahh maaasshhhh…”

Kembali desahan Anin terdengar saat jari Haris perlahan membuka bibir kemaluannya. Jari-jari itu terus saja menggesek bibir vaginanya, sampai kemudian menemukan sesuatu yang dari tadi dia cari, biji klitoris Anin.

“Maaaaasssshhhh…”

Badan Anin menggelinjang tak karena saat biji itu tersentuh, bahkan mulai dimainkan oleh Haris. Secara naluriah, Anin bereaksi dengan menggerakkan tangannya yang menggenggam penis Haris. Tak bisa ditahan lagi, penis Harispun kini sudah tegang maksimal, tapi dia tak ingin buru-buru. Dia tahu Anin belum cukup siap untuk diajak ke tahap selanjutnya, karena itulah dia masih berusaha memainkan daerah intim Anin dengan jarinya.

“Maashh, akhuuu mau pipiiiss…”

“Keluarin aja sayang, keluarin. Jangan ditahan.”

Haris semakin mempercepat gesekannya di daerah kemaluan Anin. Mendapat perlakuan seperti itu tubuh Anin makin menggelinjang tak jelas, hingga akhirnya mengejang hebat disertai dengan sebuah desahan panjang.

“Maaaaaasssssshhhhhh…”

Haris merasakan daerah kemaluan Anin berkedut. Anin orgasme. Orgasme pertama dalam hidupnya. Dan itu membuat nafasnya benar-benar tak karuan, terengah-engah. Untuk sesaat, Haris menghentikan gerakan jarinya, membiarkan Anin menikmati orgasme pertamanya. Dia mencium kening Anin dengan hangat dan penuh kasih sayang.

Setelah menunggu beberapa saat, kembali Haris melakukan hal yang serupa. Dia ingin membuat istrinya ini benar-benar siap untuk dimasuki, membuat daerah kewanitaannya cukup basah agar nantinya tidak terlalu sakit.

“Aaahh maaassshhhh…”

Kembali desahan Anin terdengar karena perbuatan Haris. Dan kali ini Haris semakin mempercepat gerakan jarinya. Tubuh Anin kembali menggelinjang, nafasnya kembali memburu, bahkan dia menarik kepala Haris untuk kemudian menciumi bibirnya. Haris mengimbangi ciuman Anin yang lebih panas dari sebelum-sebelumnya.

“Eeehhhmmmppphhhh…”

Kembali Anin mengejang, memeluk Haris dengan sangat erat, saat kembali dihantam gelombang orgasme oleh jemari Haris. Haris merasa kalau jarinya sudah mulai basah oleh cairan cinta Anin. Kali ini dia merasa istrinya sudah cukup siap, namun ingin memberi waktu kepada Anin yang masih ngos-ngosan.

Setelah merasa Anin sudah lebih tenang, Haris bergerak. Tubuhnya kini menindih tubuh Anin. Anin membuka lebar matanya, tahu apa yang selanjutnya akan terjadi. Tanpa diminta, dia membuat kedua kakinya, dan Harispun menempatkan tubuhnya diantara kedua kaki Anin.

“Eehhmmm…”

Anin sedikit mendesah saat merasakan sesuatu menyentuh bibir kewanitaannya. Dia menatap Haris dengan pandangan sayu. Dia merasa takut. Takut karena ini adalah saat-saat yang dinanti, takut dengan rasa sakit yang mungkin akan segera dia rasakan. Tapi kemudian Haris membelai kepalanya, dan mengusap keningnya yang sudah basah oleh keringat.

“Aku masukin ya sayang?”

“Mas, aku…”

“Jangan takut, pasrahin aja. Nanti akan kerasa sakit, tapi jangan kamu lawan, karena akan makin sakit lagi kalau kamu lawan. Yang rileks ya..”

Anin mengangguk mendengar ucapan Haris. Dia memang pernah mendengar ini dari ibunya, kalau dia merasa kesakitan dan malah melawannya, itu akan membuat dinding vaginanya semakin menyempit, dan akan membuatnya semakin kesakitan dengan penetrasi suaminya.

“Aku mulai ya sayang?” sekali lagi Haris bertanya pada Anin.

Aninpun mengangguk, “Pelan-pelan,” ucapnya lirih.

Haris tersenyum dan mengangguk, memcoba istrinya tenang.

Haris kemudian bangkit, duduk berlutut di depan Anin yang sudah terbuka lebar kedua kakinya. Dia bisa melihat bibir kemaluan Anin yang sedikit terbuka, berwarna kemerahan.

Haris kemudian mengarahkan penisnya ke bibir vagina Anin. Begitu kepala penis itu menyentuh bibir vaginanya, Anin sudah mengernyitkan dahi dan menutup matanya. Hal itu membuat bibir vaginanya terlihat menyempit. Mengetahui istrinya ketakutan, Harispun menggenggam tangannya.

“Sayang, jangan takut, jangan dilawan ya, biar nggak terlalu sakit.”

Anin kembali hanya mengangguk. Dia mencoba untuk lebih menenangkan dirinya. Melihat istrinya sudah lebih tenang, Harispun kembali melanjutkan. Perlahan dia gesek-gesekkan dulu kepala penisnya di bibir vagina Anin. Cukup lama dia melakukan itu sampai terdengar desisan dari mulut Anin. Terasa juga oleh Haris kalau bibir kemaluan istrinya mulai basah lagi. Perlahan, Haris mulai mendorong kepala penisnya untuk membuka bibir vagina Anin.

“Aaaah maaasshhh…”

Anin memekik, dia sudah mulai merasakan sedikit sakit saat kepala penis Haris menekannya. Haris kembali menggesekan kepala penisnya, lalu mulai mencoba untuk menekan lagi. Terasa cukup sulit untuk Haris, karena lubang itu masih benar-benar sempit, sama sekali belum pernah dimasuki sebelumnya. Tapi hal itu makin membuat Haris semangat.

“Aaaaarrhhhhh…”

Pekik Anin makin keras, saat kepala penis Haris berhasil menerobos dan membuka bibir kemaluannya. Dia merasakan perih disana, tapi mencoba untuk menahannya. Harispun kembali menindih tubuh Anin, untuk mencium bibirnya, untuk mengalihkan Anin dari rasa sakit di selangkangannya.

Setelah merasa rasa sakitnya mereda, Anin mengangguk memberi kode kepada Haris untuk melanjutkannya. Dengan sangat perlahan, Haris menekan masuk penisnya. Anin kembali bereaksi, tapi kali ini hanya membuka mulutnya lebar-lebar tanpa suara. Mengetahui istrinya kesakitan Harispun menghentikan sejenak gerakannya. Dia coba merangsang Anin dengan memilin kedua putingnya.

“Terusin aja mas, aku nggak papa kok,” ucap Anin.

“Tahan bentar ya sayang.”

Anin mengangguk. Haris kembali menggerakkan penisnya, memajukan pelan-pelan, sedikit demi sedikit. Wajah Anin masih menunjukkan ekspresi kesakitan, tapi dia sudah sampai di titik ini, dan tak bisa mundur lagi. Dia juga mencoba untuk tak melawan, agar memudahkan Haris memasukinya. Sampai pada akhirnya gerakan Haris terhenti saat merasa ada sesuatu yang menghalangi, selaput dara Anin.

Harispun memeluk istirnya, mendekatkan bibirnya ke telinga Anin. Dan dengan lirih dia berkata.

“Tahan ya sayang, ini akan sedikit sakit.”

“Iya mas, lanjutin. Ambil mahkota yang selama ini aku jaga buat kamu mas. Mulai malam ini, aku milikmu sepenuhnya. Buat aku jadi wanita dewasa mas..”

Haris mengangkat wajahnya, kemudian mencium bibir Anin. Anin memeluk erat pundak Haris. Perlahan, Haris menarik sedikit penisnya, lalu dengan sebuah gerakan cepat, dia mendorong penisnya hingga masuk seluruhnya di lubang vagina Anin yang masih teramat sempit itu.

“HHHEEMMMPPHHH…”

Mata Anin terbelalak, bahkan air matanya sampai keluar. Jeritannya tertahan oleh bibir Haris. Benar, dia merasakan sakit yang teramat, saat selaput daranya, keperawanannya dirobek oleh suaminya. Dia makin mempererat pelukannya di pundak Haris, sementara itu Haris terus menciumi bibir Anin, kedua tangannya juga memilin puting Anin untuk memberinya rangsangan agar rasa sakit Anin sedikit teralihkan.

Untuk beberapa saat Haris tak menggerakkan penisnya, membiarkan istrinya beradaptasi dengan penisnya. Terasa olehnya, dinding vagina Anin yang masih sempit itu, terasa makin sempit dan memijat-mijat seluruh batang kemaluannya. Terasa nikmat untuknya, tapi dia masih belum ingin bergerak.

Perlahan-lahan, Haris mulai merasakan kalau tubuh istrinya sudah bisa menerimanya. Dia merasa pijatan dinding vagina Anin sudah tidak seperti tadi. Diapun melepas ciumannya, dan menatap wajah Anin. Dia menyeka air mata Anin yang masih turun. Baik Haris dan Anin bisa merasakan, ada sesuatu yang mengalir keluar disela-sela vaginanya yang tersumpal oleh penis itu. Mereka berdua tahu, itu adalah darah perawan Anin.

Kini Anin sudah lebih tenang wajahnya, tak terlihat lagi ekspresi kesakitan seperti sebelumnya. Diapun mengangguk, meminta Haris untuk melakukan apa yang harus dilakukan. Harispun merespon. Perlahan dia tarik sedikit penisnya, lalu dia tekan lagi. Dia tarik sedikit, lalu dimajukan lagi. Begitu terus, dan dia melakukannya dengan sangat pelan, agar tak menyakiti Anin.

“Masih sakit yank?”

“Masih dikit mas, tapi nggak papa, gerak aja biar sakitku ilang.”

“Ya udah, aku gerakin pelan-pelan ya?”

“Iya mas.”

Harispun mulai bergerak perlahan. Dia perhatikan wajah istrinya yang beberapa kali masih mengernyit kesakitan. Tapi semenit kemudian, wajah Anin terlihat lebih rileks, dan Haris mempercepat gerakannya.

“Sshhhh aaahhh aaahhhh…”

Perlahan mulai terdengar desahan dari Anin. Haris tahu kalau rasa sakit yang dirasakan Anin berangsur-angsur mulai menghilang. Semakin lama semakin sering terdengar desahan dari Anin, dan itu terdengar begitu indah di telinga Haris. Harispun semakin mempercepat gerakannya, meskipun masih dengan kecepatan sedang.

“Oouuuhhh yaaank, nikmat yaaankk…” Haris mulai meracau, karena memang dia merasakan kenikmatan yang luar biasa dari tubuh istrinya itu.

“Aaahhh maaasshh, teruuuss,, enaaakk…”

Rasa sakit Anin belum benar-benar hilang, tapi kini dirinya lebih dikuasai oleh rasa nikmat yang baru pertama kali ini dia rasakan. Setiap gesekan antara kulit kemaluan Haris dan dinding vaginanya menimbulkan sensasi luar biasa, yang membuatnya ingin terus dan terus merasakannya.

Anin menarik tubuh Haris semakin mendekat, dan memeluk erat suaminya itu. Dia juga menciumi bibir Haris dengan ganas. Haris tak terlalu kaget karena itu adalah reaksi wajar dari seseorang yang sedang dilanda birahi, meskipun Anin tergolong orang yang sangat lugu dalam hal ini. Harispun membalas ciuman Anin tak kalah ganas, sambil terus menggoyangkan pinggulnya, mengeluar masukan penisnya di vagina Anin.

“Ehmmp.. sshhh aaahh maasshhh eehhmmm…”

“Aaaahhh yaaank, hmmmpp aaahhhh…”

Desahan keduanya silih berganti terdengar. Sekarang Aninpun mulai menggerakkan tubuh bawahnya. Secara naluri, pinggulnya ikut bergerak seirama dengan tempo gayangan penis Haris. Kedua kakinya juga sudah ditekuk menahan tubuh Haris. Dia sudah merasa tidak ingin semua ini berhenti, karena birahinya benar-benar telah terpacu.

“Aaahhh maaasshh, akkuu mau pipiss laghiii…”

“Iya sayang, keluarin aja yank…”

Mengetahui istrinya sudah akan orgasme, Haris mempercepat goyangan penisnya. Dia juga sambil menciumi bibir Anin dengan rakus, sementara Anin hanya membuka mulutnya saja tak membalas, karena saat ini sedang fokus menjemput puncak klimaksnya.

“Maaaasss aaaaaaahhhhh…”

Tubuh Anin mengejang, dia kembali dihantam gelombang orgasme, yang kali ini lebih dahsyat daripada yang tadi karena terjadi karena persetubuhan yang sesungguhnya. Tubuhnya menggelinjang, mengejang beberapa kali.

“Aaaahh maasss… aaaahh aaahhh…”

Seharusnya Haris memberi Anin waktu untuk istirahat sebentar, menikmati orgasmenya, tapi saat ini Harispun merasa dirinya sudah akan orgasme juga. Vagina Anin yang masih begitu sempit dan nikmat, membuatnya tak bisa bertahan lama-lama. Dia langsung menggoyang dengan tempo yang cepat membuat Anin gelagapan, tapi kemudian pasrah saja menikmati apa yang dilakukan oleh suaminya.

“Yaaank, aku mau keluaar…”

“Aaahh iyaa maasshh, teruus maaas, enaakk aaah aaahh…”

Keduanya meracau tak jelas. Dengan masih berpelukan erat, Haris masih menggenjot tubuh istrinya dengan kecepatan tinggi. Berkali-kali dia dengan rakus menciumi istrinya itu, dan dibalas tak kalah ganasnya oleh Anin. Kedua tangan dan kaki Anin memeluk erat tubuh Haris, seolah tak ingin terpisah. Tubuh mereka yang sudah basah oleh keringat saling bergesek, dan itu menambah sensasi nikmat lainnya untuk Anin.

Suara desahan mereka, dan juga suara benturan kedua selangkangan mereka terdengar memenuhi kamar hotel ini. Sepasang insan suami istri ini sudah benar-benar terbuai dalam nikmatnya persenggamaan mereka. Hingga saat kedua tubuh mereka sama-sama mengejang, dan sebuah tusukan yang begitu dalam Haris mengakhiri permainan panas ini.

“Yaaaaaaankkk…”

“Aaaahhh maaaaaaasssss…”

Berkali-kali cairan pembawa benih Haris menyembur rahim Anin, bersamaan dengan Anin yang diantar pada gelombang orgasme terdahsyatnya malam ini. Semburan sperma Haris yang begitu banyak, kental dan hangat itu disambut oleh semburan cairan cinta dari Anin. Keduanya masih beberapa kali mengejat, hingga akhirnya lemas dalam pelukan masing-masing.

Haris dan Anin terpejam dengan nafas terengah-engah. Keduanya baru saja mendapatkan puncak kenikmatan yang luar biasa. Anin yang baru pertama kali merasakan nikmatnya persenggamaan tubuhnya benar-benar serasa dilolosi, begitu lemas. Sedangkan Haris, dia baru kali ini orgasme tanpa berganti posisi. Diapun baru pertama kali orgasme secepat ini. Padahal saat dulu pertama kali bersetubuh, dia bisa bertahan cukup lama dan bisa berganti beberapa posisi. Kali ini, lubang senggama istrinya yang sempit membuatnya menyerah lebih cepat, dan ini sangat nikmat sekali.

Haris masih mendiamkan penisnya di dalam vagina Anin yang masih saja terasa berkedut memijat penisnya, seperti ingin memeras semua isinya keluar. Keduanya masih terdiam, masih menikmati apa yang baru saja mereka dapatkan. Sampai kemudian penis Haris perlahan-lahan melemas dan mengecil, dia tarik hingga keluar. Dia bangkit untuk melihat ke bawah, lelehan spermanya terlihat mengalir keluar dari vagina Anin. Warna putih susu bercampur dengan sedikit kemerahan. Haris tersenyum bangga, dia berhasil menuntaskan tugasnya dengan baik malam ini.

Diapun kemudian menatap Anin, yang juga tersenyum menatapnya. Mereka kembali berciuman, kali ini dengan lembut, mengungkapkan rasa bahagia dan terima kasihnya. Kemudian Haris bergeser berbaring di samping Anin. Keduanya tampak masih mengatur nafasnya.

“Yank…”

“Iya mas?”

“Makasih ya…”

Anin menoleh, menatap suaminya sambil tersenyum.

“Aku juga makasih sama mas Haris.”

“Masih kerasa sakit yank?”

“Cuma dikit mas, tapi selebihnya enak. Ternyata, bersetubuh itu senikmat ini ya?”

Haris tersenyum, membelai kepala Anin dan mengecup keningnya. Merekapun kemudian berpelukan, masih dalam kondisi tanpa busana. Memang sudah tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi, karena kedua sudah sah, dan ini sudah menjadi hak masing-masing. Anin memejamkan mata dan membenamkan kepalanya di pelukan Haris, dan dari bibirnya masih terhias senyuman manisnya. Harispun tersenyum, dalam hati dia berjanji, akan selalu memberikan kenikmatan seperti ini kepada istrinya, bahkan kalau bisa, yang lebih dari malam ini.

Bersambung

Ternyata diperkosa itu tidak selamanya tidak enak
abak pembantu
Anak Pembantu Ku Yang Penurut Bagian Dua
Foto Ngintip Abg Cantik Mulus Pipis di Toilet Umum
Ibu guru bugil
Ngentot Ibu Guru Berjilbab Yang Masih Perawan
Menikmati memek pembantu masih 17 tahun
Cerita sexs di entot keponakan ku yang sexy dan genit
Foto Tante Ngangkang Memek Masih Sempit
Bu Lisa, Guru Praktek Ku Yang Sempurna
cewek cantik
Cerita dewasa melayani dua om om ganteng
jilbab bugil ngentot
Rintihan Kenikmatan Gadis Berjilbab
Terpaksa Menikahi Gadis Berjilbab Yang Masih SMA
Ibu guru sexy
Ku gadaikan tubuh ku untuk melunasi hutang suami ku
mamah muda
Di Beri Kesempatan Menikmati Memek Mamah Muda Tetangga Ku
Cerita sexs akibat di rumah sendirian
gadis binal
Calon Pengantin Wanita Yang Berselingkuh Ayah Mertua Di Saat Resepsi Pernikahan
500 foto chika bandung foto bugil di sofa memek putih mulus