Part #27 : Petualangan Sexs Liar Ku Season 1

Waktu terus berlalu. Tidak terasa tinggal tiga bulan lagi ujian nasional akan diadakan.

Sekolah menjadi semakin sibuk. Jam pulang berubah menjadi sore hari karena setelah selesai sekolah ada pelajaran tambahan.

Alhasil aku tidak lagi memiliki quality time bersama kak Ranty yang biasanya aku manfaatkan sepulang sekolah atau sepulang kak Ranty kuliah sebelum orang tuaku pulang.

Biasanya quality timeku bersama kak Ranty aku manfaatkan untuk bercinta, bermesra-mesraan, atau sekedar bercanda menghabiskan waktu bersama, entah itu di rumah atau jalan-jalan di luar.

Sekarang momen itu sirna sudah karena jam pelajaran sialan itu. Namun aku harus tetap sabar.

Pepatah mengatakan berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.

Demi cintaku padanya aku rela melakukan semua itu. Meskipun aku telah berhubungan seks dengan banyak wanita tetapi cintaku hanya untuk kak Ranty.

Setelah pulang sekolah biasanya aku manfaatkan untuk istirahat dan mendinginkan otakku yang panas.

Setelah beristirahat, malamnya aku selalu pergi ke rumah Ririn untuk belajar bersama.

Namun belajar yang ini sama sekali tidak membuatku otakku panas tapi justru nafsuku yang memanas.

Sudah beberapa minggu aku belajar bersama dengan Ririn di rumahnya. Tiap selesai belajar Ririn selalu mengirim kode kepadaku untuk mengajaknya berciuman.

Dia memang masih malu-malu untuk meminta terus terang kepadaku tetapi aku selalu mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk menciumnya.

Hingga kini Ririn mulai mahir dalam berciuman, itu menjadi hobi barunya saat bersamaku, namun kami belum berbuat yang lebih dari berciuman, hingga suatu malam kejadian itu terulang lagi.

Saat itu kami baru saja menyelesaikan beberapa soal fisika yang ada di buku paket sekolah.

“Ran!” panggilnya sembari menggoyang-goyangkan bahu kiriku dengan bahu kanannya.

Aku menoleh ke arahnya. Dia senyum-senyum sendiri sambil matanya beberapa kali melirik ke arahku.

Aku tahu Ririn sedang memberiku kode untuk menjalankan kegiatan yang biasa kita lakukan setelah belajar.

“Sekarang? yuk!”

Kemudian aku arahkan wajahnya agar menghadapku. Matanya langsung terpejam dan bersiap untuk menerima ciuman dariku.

Kedua tangannya ia jepit di antara pahanya. Seperti biasa badannya mulai berkeringat, terlihat bulir keringat mulai muncul di dahinya.

Pertama-tama aku cium keningnya yang basah terlebih dahulu hingga bibirku juga basah, lalu kujulurkan lidahku sampai menempel di keningnya.

Ririn tiba-tiba menarik wajahnya dariku dan mendorong bahuku sedikit agar mundur.

“Ran!” panggilnya.

“Kenapa Rin?” Aku tatap matanya yang setengah terbuka.

“Mau ngapain?” tanya Ririn kepadaku.

“Mau bersihin keringet lu.”

“Pake tangan aja,” sergahnya singkat.

“Pake lidah lebih enak, mau coba gak?”

Ririn kembali memejamkan mata seraya mengangguk pelan. Tampaknya Ririn percaya padaku seratus persen.

Aku kembali melanjutkan aksiku. Aku jilat dahinya lalu aku sapu keringat itu dengan menggunakan lidahku hingga keringat yang ada di dahinya berganti dengan air liurku.

Terasa asin namun aku rasakan lebih nikmat daripada teh yang dia sajikan saat itu. Aku telan keringatnya.

Setelah itu jilatanku kuturunkan ke hidungnya lalu ke pipinya hingga seluruh wajahnya basah oleh air liurku.

Kemudian setelah selesai aku lepaskan jilatanku di wajahnya. Aku pandangi wajahnya sejenak tampak mengkilap.

“Mau coba gantian gak?” tawarku kepadanya.

“Hah, boleh? emang lu gak jijik? nanti muka lu kotor,” ucapnya seraya membuka mata.

Aku tertawa kecil mendengar ucapannya itu.

“Hahaha,, gue malah lagi pengin nih maskeran sama ludah lu.”

Ririn menunduk sejenak lalu mengangguk pelan.

“Oke deh,” balasnya setuju.

“Tapi gak usah tutup mata, entar salah jilat malah repot.”

“Hah, tapi malu Ran!”

“Ahh,, kita udah ngelakuin berapa kali? masa masih malu?” pungkasku.

Ririn lagi-lagi hanya menuruti kemauanku. Sejenak kami saling pertatapan, mata kita saling bertemu.

Wajah Ririn memerah padam, keringatnya kembali mengucur deras di sekujur tubuhnya hingga kaos yang dia kenakan basah kuyup.

Ririn kemudian mendekatkan bibirnya ke dahiku lalu ia julurkan lidahnya dan sesaat kemudian aku merasa sebuah benda lunak menyentuh keningku.

Lalu disapunya lidah itu di sekitar dahiku. Beberapa kali Ririn melepaskan jilatannya karena ragu, namun aku yakinkan dia untuk melakukannya.

Kemudian dia kembali melanjutkannya hingga seluruh wajahku tertutupi dengan air liurnya.

Jilatannya kemudian mengarah ke bibirku bagian samping. Tak menyia-nyiakan kesempatan aku langsung memagut bibirnya dan kami akhirnya berciuman.

Ririn mulai aktif karena memang itulah yang dari tadi ia tunggu-tunggu. Mula-mula kami hanya saling memagut bibir kemudian aku julurkan lidahku masuk ke dalam mulutnya.

Ririn langsung menyambut lidahku dengan lidahnya. Saat itu lidah kami saling bergumul, kami saling bertukar air liur.

Dia benar-benar terlihat sangat menikmati ciuman kami. Beberapa saat kemudian aku merasa wajahku kaku karena air liur Ririn yang sudah mengering namun aku tak memperdulikannya.

Saat itu kami sedang melakukan french kiss. Itu adalah gaya favoritnya, kemudian aku mundurkan kepalaku untuk melepaskan ciuman kami. Ririn memajukan wajahnya tampak seperti tidak rela bibir kami berpisah.

Setelah terlepas wajahnya mendongak, matanya setengah terpejam dan bibir bawahnya merekah minta dicium lagi.

“Rin!” panggilku.

“Hmm…?” gumam Ririn.

“Mau yang lebih enak gak?” tanyaku kepadanya.

Matanya terbuka lalu memicingkan alisnya.

“Caranya?”

“Tapi lu siap gak? gue butuh kepercayaan dari lu.”

Ririn mengangguk.

“Gue percaya kok sama lu.”

Aku pegang tangan kirinya lalu ku arahkan agar dia memegang pinggangku.

“Oke kalo lu percaya, gue minta lu diem dan nikmati ya, ikutin arahan dari gue.”

Ririn kembali mengangguk.

“Tapi kalo lu ngerasa gak nyaman lu boleh berhenti, gue gak akan maksa lu,” imbuhku lagi.

“Iya Ran,” jawabnya singkat.

Kemudian mata Ririn kembali terpejam, lalu aku mulai memeluk dia dari samping. Dia tampak sedikit terlonjak kaget saat aku melakukannya.

“Ciuman udah biasa tapi dipeluk malah kaget, hehehe…” batinku.

Aku kembali mencium bibir Ririn itu. Sesaat kemudian ciumanku berpindah ke pipi lalu turun ke leher.

Bau keringat Ririn menjadi candu tersendiri buatku, kalau bu Siti bau pipisnya yang menjadi candu, Ririn keringatnya. Memang dua orang ibu dan anak memiliki bau khas masing-masing.

Aku jilati keringat yang membasahi leher Ririn, kemudian aku pagut lehernya tapi tidak terlalu keras.

Aku takut pagutanku menimbulkan bercak merah yang membuat Ririn kena masalah nantinya.

“Enghhh…Rannn…” pekik Ririn lirih.

Kedua tangannya sedikit menahan dadaku tapi membiarkannya tanpa didorong. Ririn masih terlihat canggung dan belum sepenuhnya all in.

Ciumanku aku turunkan lagi hingga ke bahunya lalu aku tarik kaki kirinya agar posisinya berpindah ke pangkuanku.

Ririn menahan tanganku seakan menolaknya. Kemudian aku berbisik ke telinga Ririn.

“Santai sayang, ikuti aja alurnya, lu percaya kan sama gue?”

Ririn tak menjawab sepatah kata pun tetapi akhirnya dia menurutiku.

Setelah Ririn duduk berhadapan di pangkuanku. Aku selipkan telapak tanganku di bagian bawah bajunya lalu aku naikkan bajunya ke atas.

Ririn lagi-lagi menahan tanganku seakan tak memperbolehkanku untuk melakukannya.

“Ja…jangan Ran…!!!” cegah Ririn.

“Kenapa?” balasku singkat.

“Gu…gue belum siap.”

“Belum siap apa?”

“Berhubungan seks!” jawab Ririn tegas.

Aku tersenyum padanya.

“Tenang aja, gue bakal bimbing lu kok pelan-pelan,” jawabku kembali menaikkan kaosnya.

Ririn kembali menahannya.

“Tapi tetep aja Ran, gue belum siap, gue takut, katanya lu gak akan maksa gue!” sergah Ririn lagi.

Matanya berkaca-kaca. Tampaknya dia benar-benar takut akan kehilangan keperawanannya. Aku menghembuskan nafas berat.

“Shit! apa yang gue lakuin sih!” umpatku dalam hati.

Aku kemudian kembali mengarahkan Ririn untuk duduk di sampingku.

“Maaf ya Rin, gue gak maksud buat maksa lu, gue sayang sama lu, sekali lagi gue minta maaf,” ucapku dengan nada rendah.

Kupeluk dia dari samping lalu ku kecup keningnya, Ririn diam saja. Aku benar-benar mengacaukan suasana saat itu.

Setelah itu aku memutuskan untuk pamit saja karena tidak ada lagi yang dapat aku lakukan di sana, ditambah suasana awkward yang terjadi di antara kami.

Kemudian seperti biasa setelah dari rumah Ririn aku mampir ke warung bu Siti untuk menenangkan hatiku sekaligus menyetor spermaku ke dalam rahimnya.

Aku dan bu Siti sudah melakukannya selama beberapa minggu namun belum ada tanda-tanda kehamilannya.

Satu minggu kemudian…

Sudah satu minggu aku menghindar dari Ririn. Aku masih merasa bersalah atas kejadian malam itu. Sejak saat itu aku sudah tidak pernah belajar lagi dengan Ririn.

Suatu saat aku sedang berada di kantin bersama Lisa. Biasanya saat jam istirahat aku ke warung bu Siti untuk makan siang, tetapi kali ini aku memutuskan makan di kantin saja.

“Ehh,, lu mau pesan apa?” tanya Lisa kepadaku.

“Ngikut lu aja deh, gue gak tau menunya apa aja, belum pernah makan di kantin,” jawabku tak mau ambil pusing.

“Masa udah mau tiga tahun lu sekolah di sini belum pernah makan di kantin?”

“Aihh,, banyak bacod lu,” balasku sambil mencubit sepasang bibirnya.

Lisa menepis tanganku.

“Awas nanti bibir gue dower,” protesnya.

“Biarin, biar bisa gue emut-emut,” timpalku sambil menjulurkan lidah.

“Dasarrr!!!”

Lisa langsung pergi untuk memesan makanan, sekilas aku edarkan pandanganku. Aku menangkap sesosok wanita yang sedang bersembunyi di balik tembok.

“Ririn?” batinku.

Sosok itu kemudian langsung menghilang begitu mengetahui aku telah melihat kehadirannya.

Aku pun tidak ambil pusing dan menunggu Lisa kembali dengan makanan yang dia pesan.

Spoiler : side Story

Lisa sedang memilih menu apa yang akan dia pesan lalu tiba-tiba dia dihampiri oleh seseorang.

“Lis!” panggilnya.

Lisa kemudian menoleh.

“Loh Rin, tumben ada di sini, biasanya bantuin nyokap lu di kantin.”

“Iya gak papa, eh gue boleh nanya sesuatu gak?” tanya Ririn kepada Lisa.

“Nanya apa?” balas Lisa singkat.

“Sini!”

Ririn kemudian menarik Lisa untuk duduk di salah satu kursi yang ada di situ.

“Mau ngomong apa?” sergah Lisa.

“Gak sih, mau nanya kabar Randy aja.”

“Oh,, Randy sih baik-baik aja, orang badannya gede kaya gitu, penyakit mau nemplok juga ogah, hehehe…” jawab Lisa sembari tertawa.

“Bukan itu maksudnya.”

“Terus?”

“Emm,, lu pacaran ya sama Randy?” tanya Ririn tiba-tiba.

“Umm,, gue harap sih gitu, tapi kenyataannya enggak sih, emang kenapa?” tanya Lisa balik.

“Gak papa, gue liat lu sama Randy keliatan akrab banget, kirain pacaran.”

“Cieee,, cemburu ni yeee…hehehe…”

Lisa mulai tertawa menggoda Ririn.

“Ssttttt…!!!” Ririn menaruh satu jari di depqn bibirnya lalu tengok kanan kiri, siapa tahu ada yang dengar.

“Kirain gue kalian pacaran.”

“Gak lah, dia juga udah punya pacar kok.”

“Oh ya?” ucap Ririn terkejut.

Sorot wajahnya menampakkan kekecewaan.

“Iya emang kenapa? lu suka ya sama dia?”

“Emm,, mungkin…” balas Ririn ragu-ragu.

Lisa kemudian menepuk bahu Ririn pelan.

“Sayang banget, kayaknya lu harus cari cowok lain deh,” sergah Lisa kepada Ririn.

Ririn menunduk lalu mengangguk pelan.

“Eh iya, gue boleh tanya sekali lagi?”

“Boleh, tanya apa?”

“Emang kali pacaran harus itu ya?” ucap Ririn ragu.

“Itu apa?” tanya Lisa tidak mengerti maksudnya.

“Itu…” Ririn memberikan isyarat dengan jari telunjuknya yang keluar masuk di jari yang satunya membentuk huruf ‘O’.

“Oh,, maksud lu ngentot?” ujar Lisa dengan gamblangnya.

“Sssttttt…!!! jangan keras-keras!” Ririn kembali memperingati Lisa.

“Hehehe…sorry,” balas Lisa santai.

Ririn kembali menengok kanan kirinya untuk melihat situasi.

“Yah, kalo itu sih gak perlu jadi pacar, gue sama Randy juga sering kok ngelakuinnya.”

“Apaaa…???!!!”

Seketika mata Ririn terbelalak mendengar jawaban Lisa.

“Lu…se…serius???” imbuh Ririn terbata-bata.

“Serius lah, emang apa ruginya sih, kan sama-sama menikmati.”

Ririn terdiam tidak percaya.

“Tapi tergantung orangnya juga sih, kalo gak nyaman ya gak usah, gitu aja kok repot,” imbuh Lisa lagi.

“Oh gitu yah, ya udah kalo gitu gue pergi dulu.”

Ririn kemudian pergi begitu saja. Lisa kemudian melanjutkan hal yang tadi tertunda. Akhirnya dia memesan nasi goreng untuk dua orang.

Side Story End…

 

Beberapa saat kemudian Lisa kembali.

“Lama amat sih, ngentot dulu lu ya? keburu jam masuk nih!” omelku kepada Lisa.

“Ya sabar napa, kaya gak biasa masuk telat aja,” ujar Lisa santai.

“Ya udah mana makanannya?” tagihku kepada dia karena sudah lapar.

“Belum jadi, lagi dibikin bentar lagi juga dianterin.”

“Dari tadi ngapain aja, masa baru dibikin?”

“Habis ngentot!” jawab Lisa menyeringai sambil menunjukkan jari tengahnya.

Reflek aku masukkan saja jari tengah itu ke dalam lubang hidungku. Lalu sekejap Lisa menariknya jijik.

“Iihhh,, dasarrr…jorok…!!!”

“Hahaha……” Aku hanya bisa tertawa puas.

Bersambung

Foto selfie cewek kurus waktu di booking di hotel
pertemuan jadi sex
Kisah yang tak akan pernah terlupakan , pengalaman pertama dengan teman adik sendiri
Menikmati memek janda muda berjilbab
Janda hot telanjang
Desahan Kenikmatan Seorang Janda Pembantuku Bagian Dua
pembantu genit
Aku di bikin konak oleh pembantu genit tetanggaku
Petualangan Sexs Liar Ku Season 1
Foto Bugilin Tante Sedang Tidur Ngangkang dan Dientot
500 foto chika bandung bangun tidur capek habis ngewe semalam
Burung Jalak
Berbuat mesum di warnet waktu mati lampu
Cerita Dewasa Kisah Cinta Anak ABG SMP Bohay
cewek perawan bugil
Melly, Pacarku Yang Masih Perawan
Ibu guru bugil
Ngentot Ibu Guru Berjilbab Yang Masih Perawan
abak pembantu
Anak Pembantu Ku Yang Penurut Bagian Dua
janda montok
Ngentot Janda Beranak Satu, Main Nya Oke Banget
Foto Bugil Siswi SMP Toge Jembut Tipis